News
Selasa, 28 April 2015 - 12:45 WIB

KONFERENSI ASIA AFRIKA : Bantah Pidato Jokowi, SBY: Utang ke IMF Sudah Lunas

Redaksi Solopos.com  /  Jafar Sodiq Assegaf  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - SBY dan Jokowi (Detik)

Konferensi Asia Afrika sempat menjadi sorotan lantaran pidato Jokowi yang mengkritik IMF.

Solopos.com, JAKARTA – Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bereaksi atas pidato Presiden Joko Widodo yang menyebut bahwa Indonesia masih berutang ke International Monetary Fund (IMF). SBY mengklaim, saat ini Indonesia tidak berutang ke IMF.

Advertisement

SBY mengaku perlu meluruskan pernyataan tersebut lantaran dianggap berbohong. Melalui akun Facebook dan Twitter, SBY menuliskan pengakuannya.

“Jika pernyataan Presiden Jokowi tersebut tidak saya koreksi, rakyat bisa menuduh saya yang berbohong. Kebenaran bagi saya mutlak,” kata SBY melalui akun Twitternya @SBYudhoyono dengan tanda *SBY* yang dikutip Solopos.com Selasa, 28 April 2015.

Advertisement

“Jika pernyataan Presiden Jokowi tersebut tidak saya koreksi, rakyat bisa menuduh saya yang berbohong. Kebenaran bagi saya mutlak,” kata SBY melalui akun Twitternya @SBYudhoyono dengan tanda *SBY* yang dikutip Solopos.com Selasa, 28 April 2015.

Menurut SBY utang Indonesia ke IMF yang totalnya mencapai US$9,1 miliar sudah dilunasi pada 2006 atau 4 tahun lebih cepat dari jatuh tempo. Ada tiga alasan yang diambil SBY untuk mempercepat melunasi utang ke IMF.

Pertama, ekonomi Indonesia sudah tumbuh relatif tinggi. Sektor riil juga sudah mulai bergerak. Ini masih ditambah dengan fiskal yang aman dan cukupnya cadangan devisa.
Alasan kedua, Indonesia tidak lagi didekte dan minta persetujuan kepada IMF dan negera-negara donor yang tergabung dalam Consultative Groups on Indonesia (CGI) dalam pengelolaan ekonomi. Bahkan dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara mereka tak lagi mendikte Indonesia.

Advertisement

Setelah utang lunas, sejak tahun 2007, SBY selaku presiden bisa menerima kunjungan 3 pemimpin IMF dengan kepala tegak. “Kehormatan Indonesia telah pulih,” kata SBY yang juga ketua umum Partai Demokrat itu.

Bahkan pada kunjungan pemimpin IMF tahun 2012, Indonesia diminta menaruh dana di IMF, untuk membantu negara yang mengalami krisis. Saat itulah, kata SBY, ‘tangan’ bangsa Indonesia berada di atas, bukan lagi di bawah sebagai penerima bantuan.

Sebelumnya pada Minggu, 26 April 2015 lalu di Bandara Halim Perdanakusumah Presiden Joko Widodo meluruskan tafsir masyarakat atas pidatonya saat membuka Konferensi Asia Afrika. Saat itu Presiden menyebut bahwa perekonomian dunia tidak semestinya hanya bergantung pada IMF, Bank Dunia dan Asian Development Bank.

Advertisement

Presiden Jokowi menegaskan bahwa Indonesia tidak anti dengan IMF, Bank Dunia dan ADB. “Siapa yang bilang Indonesia anti-IMF. Siapa? Kita kan masih minjem uang ke sana (IMF),” kata Jokowi di Bandara Halim Perdanakusumah sebelum berangkat ke Malaysia.

Inilah pernyataan lengkap SBY di Facebook;

SBY: Utang Indonesia ke IMF Lunas Tahun 2006

Saya terpaksa menanggapi dan mengoreksi pernyataan Presiden Jokowi menyangkut utang Indonesia ke IMF. Kemarin, tanggal 27 April 2015, harian Rakyat Merdeka memuat pernyataan Pak Jokowi yang intinya adalah Indonesia masih pinjam uang sama IMF. Berarti kita masih punya utang kepada IMF. Maaf, demi tegaknya kebenaran, saya harus mengatakan bahwa seluruh utang Indonesia kepada IMF sudah kita lunasi pada tahun 2006 yang lalu. Keseluruhan utang Indonesia terhadap IMF adalah US$ 9,1 miliar, jika dengan nilai tukar sekarang setara dengan Rp. 117 triliun, dan pembayaran terakhirnya kita lunasi pada tahun 2006, atau 4 tahun lebih cepat dari jadwal yang ada. Sejak itu kita tidak lagi jadi pasien IMF.

Advertisement

Saya masih ingat mengapa keputusan untuk melunasi semua utang IMF 4 tahun lebih cepat dari jatuh temponya itu saya ambil. Memang, sebelum keputusan final itu saya ambil, sejumlah pihak menyarankan agar lebih baik pelunasannya dilaksanakan secara bertahap, agar tidak mengganggu ketahanan ekonomi Indonesia. Tapi saya berpendapat lain. Lebih baik kalau utang itu segera kita lunasi. Ada 3 alasan saya mengapa keputusan dan kebijakan itu saya ambil. Pertama, pertumbuhan ekonomi kita waktu itu telah berada dalam tingkatan yang relatif tinggi. Jadi aman untuk menjaga ketahanan ekonomi makro dan sektor riil kita. Di sisi lain, disamping kekuatan fiskal kita aman, dari segi moneter cadangan devisa kita juga relatif kuat. Kedua, dengan telah kita lunasi utang IMF tersebut, kita tidak lagi didikte oleh IMF dan negara-negara donor. Tidak didikte dalam arti perencanaan pembangunan kita, termasuk APBN dan juga penggunaan keuangan kita, tidak harus mendapatkan persetujuan dari IMF. Saya tidak ingin pemerintah disandera. Kita harus merdeka dan berdaulat dalam mengelola perekonomian nasional kita. Saya masih ingat, ketika masih menjadi Menteri Pertambangan dan Energi (tahun 1999-2000), saya harus “melaporkan” dulu kepada negara-negara donor yang tergabung dalam forum CGI berkaitan dengan kebijakan dan rencana kementerian yang saya pimpin, utamanya menyangkut APBN. Situasinya sungguh tidak nyaman. Pernah saya diminta untuk menaikkan harga BBM dan Tarif Dasar Listrik secara serentak dengan angka yang sangat tinggi. Hal itu saya tolak, karena pasti ekonomi rakyat akan menjadi lebih buruk. Sedangkan alasan yang ketiga, selama Indonesia masih punya utang kepada IMF, rakyat kita merasa terhina (humiliated). Dipermalukan. Di mata sebagian rakyat, IMF diidentikkan dengan penjajah. Bahkan IMF-lah yang dianggap membikin krisis ekonomi tahun 1998 benar-benar buruk dan dalam.

Selanjutnya …

Setelah utang IMF kita lunasi, saya juga ingat ketika para pemimpin IMF (Managing Director) satu-persatu berkunjung ke Indonesia dan menemui saya di kantor Presiden, mulai dari Rodrigo de Rato (2007), Dominique Strauss-Kahn (2011) hingga Chistine Lagarde (2012). Saya menerima kunjungan mereka dengan kepala tegak. Bahkan, pada kunjungan pemimpin IMF tahun 2012, IMF berharap Indonesia bisa ikut menaruh dananya di IMF karena kita telah menjadi anggota G20, dengan peringkat nomor 16 ekonomi besar dunia. Pasalnya, IMF kekurangan dana untuk digunakan membantu negara yang mengalami krisis berat dan perlu penyelamatan dari IMF. Artinya, tangan kita tidak lagi berada di bawah, tetapi sudah berada di atas.

Jika yang dimaksudkan Presiden Jokowi, Indonesia masih punya utang luar negeri, itu benar adanya. Utang Indonesia ada sejak era Presiden Soekarno. Meskipun, ketika saya memimpin Indonesia (2004-2014) rasio utang terhadap GDP terus dapat kita turunkan. Jika akhir tahun 2004 rasio utang terhadap GDP itu sekitar 50,6 %, di akhir masa jabatan saya tinggal sekitar 25 %. Artinya, jika dulu separuh lebih GDP kita itu untuk menanggung utang, maka tanggungan itu telah kita turunkan menjadi seperempatnya. Tetapi, kalau yang dimaksudkan Pak Jokowi bahwa kita masih punya utang kepada IMF, hal itu jelas keliru. Kalau hal ini tidak saya luruskan dan koreksi, dikira saya yang berbohong kepada rakyat, karena sejak tahun 2006 sudah beberapa kali saya sampaikan bahwa Indonesia tidak berhutang lagi kepada IMF. Rakyat pun senang mendengarnya. Saya yakin Pak Jokowi yang waktu itu sudah bersama-sama saya di pemerintahan, sebagai Walikota Surakarta, pasti mengetahui kebijakan dan tindakan yang saya ambil selaku Presiden.

Ditulis oleh Susilo Bambang Yudhoyono

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif