News
Selasa, 28 April 2015 - 19:20 WIB

HUKUMAN MATI : LBH Jogja Desa Jokowi Hapus Hukuman Mati, Ini Alasannya

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - HarianJOgja/Gigih M. Hanafi Mobil Baracuda yang digunakan untuk membawa Mary Jane Fiesta Veloso keluar dari Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kelas IIA Wirogunan, Jogja, Jumat (24/4) dini hari, saat pemindahan terpidana mati asal Filipina, ke LP Besi Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.

Hukuman mati yang akan dijatuhkan pada sejumlah terpidana, membuat LBH Jogja tergerak untuk mendesak Presiden menghapus hukuman tersebut

Harianjogja.com, JOGJA-Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jogja mendesak Jokowi untuk mencabut penolakan grasi terpidana mati kasus narkotika Mary Jane dengan membatalkan Keppres 31/G Tahun 2014.

Advertisement

Tidak hanya itu, mereka juga menuntut penghapusan hukuman mati dari sistem hukum di Indonesia.

Hal itu diungkapkan Direktur LBH Jogja Samsudin Nurseha dalam jumpa pers pernyataan sikap perihal Mary Jane, Potret Ketidakadilan Struktural di Kantor LBH Jogja, Selasa (28/4/2015).

Advertisement

Hal itu diungkapkan Direktur LBH Jogja Samsudin Nurseha dalam jumpa pers pernyataan sikap perihal Mary Jane, Potret Ketidakadilan Struktural di Kantor LBH Jogja, Selasa (28/4/2015).

Menurutnya, presiden dapat mencabut Keppres tersebut dengan beschikking atau keputusan yang bersifat final dan individual. “Itu semacam hak prerogatif presiden,” ujarnya.

Ia mengatakan, hukuman mati di Indonesia adalah hal ceroboh mengingat sistem peradilan pidana di Indonesia yang rapuh. Terlebih, mental aparatusnya yang bebal, cenderung koruptif, dan tidak bisa lepas dari intervensi politik, sehingga tidak ada jaminan proses peradilan berjalan imparsial.

Advertisement

“Salah satunya, Mary Jane yang hanya paham Bahasa Tagalog, didampingi oleh penerjemah yang ternyata tidak punya sumpah dan masih berstatus mahasiswa jurusan Bahasa Inggris,” paparnya.

Samsudi menilai, seharusnya Jokowi dapat melihat fakta rapuhnya sistem peradilan pidana secara utuh dan mempertimbangkan sisi kemanusiaan. Pasalnya, Mary Jane merupakan buruh migran yang menjadi korban perdagangan manusia dan penipuan kurir narkoba.

Anggota Jaringan Buruh Migran Indonesia Erwiana Sulistyaningsih mengungkapkan kasus Mary Jane serupa dengan kasus buruh migran asal Indonesia yang berada di luar negeri.

Advertisement

“Meskipun dia bukan dari Indonesia, tetapi nasibnya sama dengan buruh migran asal Indonesia yang terancam hukuman mati di berbagai negara,” terangnya.

Disebutkannya, terdapat 278 warga negara Indonesia (WNI) yang bekerja sebagai buruh migran terancam hukuman mati di berbagai negara.

Seharusnya, ungkap Erwiana, Jokowi dapat mempertimbangkan hal tersebut, sehingga buruh migran asal Indonesia juga dapat diselamatkan dari ancaman hukuman mati. “Kalau Indonesia bisa berbaik hati, negara lain juga bisa melakukan hal yang sama,” tuturnya.

Advertisement

Ia tidak menampik jika perang terhadap narkoba harus digalakkan, namun pemerintah juga harus melihat latar belakang peristiwanya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif