Kolom Jogja
Jumat, 24 April 2015 - 14:20 WIB

ANGKRINGAN PAKDE HARJO : Jangan Biarkan Rakyat Bingung!

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Dewan Redaksi Harian Jogja, Adhitya Noviardi (JIBI/Harian Jogja/dok)

Angkringan Pakde Harjo ditulis wartawan Harian Jogja, Adhitya Noviardi

Harianjogja.com, JOGJA-Sabtu sore kemarin, jalanan di perempatan Tugu Jogja begitu ramai. Arus lalu lintas padat merayap. Para wisatawan domestik dan beberapa dari mancanegara begitu antusias berfoto selfie dengan latar belakang Tugu dan Jalan Mangkubumi.

Advertisement

Lalu lalang kendaraan tak menyurutkan niat mereka untuk terus melanjutkan aktivitas mereka. Mereka sadar betul, Tugu begitu ‘melayani’ untuk urusan foto selfie itu sampai kapanpun juga…

Karena kondisi itu pula, warga Jogja sudah megitu mahfum jalanan di perempatan itu selalu padat saat sore menjelang malam. Dan Noyo dan Suto, sore itu adalah segelintir dari para wisatawan yang hadir dan narsis di Tugu.

“Yo, aku heran ya. Orang-orang ini ndak pernah bosan datang ke sini ya,” kata Suto.

Advertisement

“Ya …lah mas. Mereka kan bukan melulu narsis. Cuci mata kali mas. Memangnya sampeyan yang sudah ndak butuh suasana cuci mata,” kata Suto. Kepalanya mengangguk-angguk.

Noyo menggerakkan tangannya. Memukul pelan kepala konco lawasnya. Suto berkelit. Keduanya lalu terkekeh…

“Yo, ayo kita ke Angkringan Pakdhe Harjo. Sudah haus dan lapar aku,” kata Suto

“Ayo mas…,” ujar Noyo.

Advertisement

Keduanya berjalan beriringan ke arah dari Tugu. Sasaran mereka tepatnya Jalan AM Sangaji No41 Jetis. Sambil memerhatikan para pedagang buah Pasar Kranggan mereka berjalan pelan.

Tak lama berselang, keduanya sampai di Angkringan. Noyo dan Suto berhenti sebentar. “Sik mas, serius dan sibuk betul itu Lik No [penjaga setia angkringan Pakdhe Harjo]. Seneng melihat rajin ya. Semoga makin maju tuh angkringan,”kata Noyo.

Melihat kedua tamu setia angkringan dari jauh, Lik No ikut berhenti sejenak. “Mari mas. Jangan bengong begitu. Ini kebetulan air panasnya sudah jadi. Pas betul buat teh kerampul kesukaan mase. Apa mau dibuatkan sekalian?” Tanya Lik No.

“Ya No. Sekalian aja. Haus betul ini. Habis cuci mata dan jalan kaki dari Tugu,” kata Noyo.

Advertisement

“Wealah. Habis cuci mata rupanya. Ada yang nyangkut dan menjadikan mata berbinar-binar,” tanya
Lik No sambil mengisi dua gelas besar berisi teh kerampul yang mengepulkan asap tipis. Jeruk peras yang dibelah dua begitu terasa aromanya, saat gelas ditaruh di atas meja di depan Noyo dan Suto.

“Bagaimana mau berbinar-binar No. Lha wong kami tadi ke sana bukan murni buat cuci mata. Rencananya mau liat apa yang dilakukan para wisatawan yang nota bene rakyat Indonesia juga,” kata Noyo.

“Betul No. Kami ingin lihat apa sih yang dipikirkan rakyat kita di saat kondisi Negara yang tertekan seperti sekarang ini. Hanya bersenang-senang untuk menghindari suntuk berkepanjangan atau memang refresing murni untuk menjaga spirit mereka,” tambah Suto.

“Lho, sudah biasa toh begitu,”Tanya Lik No.

Advertisement

“Begini No, menurutku, ada alasannya kami di sana. Saat himpitan ekonomi yang sepertinya nggak berhenti-berhentinya, apa yang sedang terjadi dengan rakyat kita… Coba lihat harga BBM yang pada awal Maret baru naik Rp200 per liter, kini udah naik lagi Rp500 per liter menjadi Rp7.400 per liter. Kabarnya dalam waktu dekat udah mau naik lagi,” papar Suto.

“Nah, kemudian, biaya transportasi angkutan umum, dan lainnya mau naik jadi berapalagi? Kita kan baru bernapas lega setelah harga beras yang kini mulai stabil. Trus mau diapakan lagi Negara ini ya kalau gas juga naik mencapai Rp150.000 per tabung yang 12 kg itu,” lanjut Suto.

“Betul To. Menurut saya, ekomomi kita, sekarang masih jauh dari kata membaik. Beberapa kebijakan pemerintah, menurut saya, malah jadi bomerang ekonomi. Lihat baru-baru sebagian hotel berbintang begitu menjerit ketika dikeluarkannya larangan melakukan pertemuan di tempat mewah. Trus para nelayan yang juga menderita hal serupa karena adanya kebijakan yang tidak pro nasib mereka,” urai Noyo.

“Dan ini belum seberapa lo. Sebagian pelaku ekonomi kita juga khawatir jika rupiah yang sekarang berada pada level Rp13.000 per dola AS nanti melemah hingga menembus level psikologis Rp14.000 per dolar AS.”

“Saya jadi takut. Kalau dalam kejadian, ekonomi kita makin goyang lagi. Saya malah mendengar kabarnya para pemburu dolar AS katanya sudah memborong mata uang itu dan kemudian dibawa lari pakai kopor ke Singapura.”

“Kata temen pedagang besar di Beringharjo. Beli barang tekstil dalam kondisi sekarang makin sulit. Mungkin bisa jual, tapi untuk membeli lagi barang yang baru, harganya udah kian mahal,” kata Noyo.

Advertisement

“Wah mas-mas… Saya jadi bingung juga. Trus orang seperti saya ini harus bagaimana ya… Kalau apa-apa serba mahal. Bisa-bisa jualan saya berkurang juga ya,” kata Lik No.

“Sabar No. Jangan mengeluh dulu. Cerita saya belum selesai. Coba lihat bidang kesehatan. Memang katanya sih ada BPJS yang melindungi, Tapi kalau layanannya juga nggak segera dibenahi, terus BPJS juga lagi butuh dana dukungan dari pemerintah untuk melayani seluruh umat di Indonesia, bisa-jadi layanan ini juga menjadi bom waktu kan. Bahkan, mungkin suaranya ndak kalah keras bila dibandingkan dengan saat pemerintah menarik sumsidi BBM karena terlalu membebani negara,” papar Noyo.

“Ya mas. Belum lagi sisi keamanan kita. Sekarang saya kok takut, seolah-olah publik diperlihatkan dan dibuat semakin kahwatir. Koruptor dimana-mana, begal juga ada di setiap pelosok. Belum lagi kinerja Polisi yang makin disoroti seiring kasus dugaan korupsi yang melibatkan calon Kaporlri Budi Gunawan baru=baru ini,” kata Suto.

“Kemudian muncul aksi kriminalisasi pimpiman KPK, praperadilan penegak hukum yang terinspirasi aksi kuasa hukum BG saat mempraperadilankan penetapan tersangka oleh KPK. Bahkan aksi praperadilan ini begitu tren, para pelaku korupsi dan kejahatan ramai-ramai mempraperadilankan penegak hukum. Situasinya menjadi kian ramai bukan?” Tanya Suto..

“Betul Mas. Kalau ini terus dibiarkan, Negara nanti hanya ngurus yang beginian. Dan kondisi ini makin membuat rakyat kian binggung. Kok hukum di negeri ini kondisinya menjadi pilih-pilih objek hukum,” kata Noyo.

“Satu lagi, sudah dengar tentang 16 WNI yang tertangap di Turki dan pemblokiran 19 situs yang diduga bisa memicu penyebaran paham terror yang dikhatwirkan seperti ISIS. Saya kok jadi makin takut ya,” urai Noyo.

Lik No yang mendengar penjelasan tamu spesialnya itu kian meneggakkan badannya. “Sebentar mas. Saya juga jadi ingat satu kasus lainnya yang tak kalah heboh dibidang politik. Sejak para anggota dewan kita dilantik pada tahun lalu, hingga saat ini, kok aku belum melihat sepak terjangnya yang luar biasa buat rakyat Indonesia. Kesannya mereka hanya hebong ngurusin persoalan internal partai ya.”
“Betul kowe No. Lihat hasilnya, setelah hampir lima bulan berkuasa, Jokowi-JK terkesan ‘tersandera’. Bahkan kabarnya. Kedua pemimpin bangsa ini dalam kondisi agak terganggu komunikasinya setelah pembentukan dan pemilihan para pejabat di lingkungan staf kepresidenan,” Sambut Noyo.

“Interupsi ya mas. Trus saya yang warga biasa ini harus bagaimana mas?” Tanya Lik No.

“Ya mau ndak mau ya harus selalu sabar ya No. Mari menjalankan apa yang sudah kita lakukan dan kerjakan selama ini. Para penegak hukum kita semoga semakin memberikan kepercayaan yang lebih baik kepada kita. Kepada pemerintahan Jokowi-JK, semoga mereka makin tegas dan mampu keluar dari bayang-bayang partai pengusung. Sementara kepada partai pengusung, janganlah dalam menelurkan kebijakan hanya berfokus kepada partai semata.”

“Mari berkomitmen membangun bangsa dan Negara. Berilah dukungan yang penuh kepada pemerintah. Mari secara bersama-sama mengajak dan mengimbau, melakukan lobi dengan caranya masing-masing dengan para pemilik uang yang memakirkan hartanya di Singapura yang katanya mencapai Rp1.500 triliun agar kembali ke Indonesia. “Mari membangun bangsa, mari merevolusi mental kita, jangan biarkan rakyat bingung,” papar Noyo.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif