Soloraya
Sabtu, 18 April 2015 - 10:30 WIB

SENGKETA SRIWEDARI SOLO : Pengelola Gedung Kawasan Sriwedari Pasrah

Redaksi Solopos.com  /  Rini Yustiningsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Siswa TK Ngawi Berlibur ke THR Sriwedari Solo (JIBI/Solopos/Dok)

Sengketa Sriwedari Solo antara ahli waris Sriwedari dan Pemkot Solo belum berakhir. 

Solopos.com, SOLO – Para pengelola gedung yang berdiri di atas tanah sengketa Sriwedari mengaku pasrah jika Pengadilan Negeri (PN) Solo mengeksekusi paksa tanah Sriwedari.

Advertisement

Kendati begitu, mereka tetap berharap upaya yang dilakukan Pemerintah Kota (Pemkot) Solo, melalui Peninjauan Kembali (PK) terhadap putusan Mahkamah Agung (MA) 2013 lalu berhasil.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Putusan Mahkaman Agung (MA) memenangkan ahlis waris lahan Sriwedari, pada 5 Desember 2013, membuat Pemkot Solo mengajukan PK terkait wacana pengosongan lahan.

Advertisement

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Putusan Mahkaman Agung (MA) memenangkan ahlis waris lahan Sriwedari, pada 5 Desember 2013, membuat Pemkot Solo mengajukan PK terkait wacana pengosongan lahan.

Salah satunya Kepala Gedung Museum Radya Pustaka, Purnomo Subagyo. Dia mengaku menyerahkan sepenuhnya ke urusan sengketa Sriwedari kepada Pemkot Solo. Dia mengatakan tidak berani berkomentar terlalu jauh soal sengketa ini.

“Ya gedung ini kan pengelolaannya di bawah Pemkot Solo, jadi saya sendiri tidak berwenang, pasrah saja ke Pemkot,” kata dia saat ditemui Solopos.com di Museum Radya Pustaka Solo, Jumat (17/4/2015).

Advertisement

Namun, dia berharap agar pengosongan gedung yang berada di atas lahan sengketa Sriwedari itu bisa dibatalkan. “Ya mau bagaimana, ini [gedung radya pustaka] kan termasuk benda cagar budaya. Ini juga sudah bisa dinikmati oleh publik, masak mau dikosongkan. Yang jelas harapannya tanah ini bisa dikuasai oleh negara [pemkot solo] agar bisa dinikmati oleh publik,” ujar dia.

Sementara itu, Kepala Pengelola Gedung Graha Wisata Niaga, Windari Dewi, juga mengatakan pasrah jika gedung yang dia pakai untuk mencari nafkah harus dieksekusi.

“Kalau saya sih mengikuti hukum yang berlaku saja. Jika memang PN [Pengadilan Negeri Solo] harus mengeksekusi gedung ini ya mau bagaimana lagi,” kata dia saat ditemui Espos di ruang kerjanya, Jumat.

Advertisement

Namun, sebagaimana pengelola gedung Museum Radya Pustaka, dia berharap pengosongan lahan itu tidak segera dilakukan. Dia mengaku belum siap jika pengosongan harus dilakukan dalam waktu dekat ini. Apalagi, kata dia, saat ini pihaknya masih terikat kontrak dengan Pemkot Solo terkait gedung tersebut hingga 2019.

“Sebagai pihak ketiga, kami sebenarnya masih menginginkan gedung ini masih dikelola oleh pemkot. Selain masih terikat kontrak, beberapa pelanggan kami juga sudah ada yang pesan gedung ini untuk tahun depan. Ini yang membuat kami kesulitan. Kami juga mempertimbangkan pelanggan kami,” kata dia.

Selain Gedung Museum Radya Pustaka dan Gedung Graha Wisata Niaga, masih ada sejumlah bangunan yang akan terkena jika eksekusi dilakukan. Seperti gedung wayang orang, stadion Sriwedari, dan kolam air mancur.

Advertisement

Pantauan Solopos.com, Jumat, aktivitas di gedung-gedung tersebut masih seperti biasanya. Misalnya di Stadion Sriwedari masih tampak aktivitas warga yang berolah raga. Termasuk di gedung Museum Radya Pustaka masih tampak sejumlah wisatawan baik dari domestik maupun mancanegara.

Sementara itu, menurut pihak ahli waris melalui kuasa hukumnya, Anwar Rachman, terkait bangunan diatas tanah sengketa tersebut, saat ini sudah menjadi milik para ahli waris Wirjodiningrat. Hal itu, kata dia, sesuai amar putusan Pengadilan Tinggi (PT) Semarang No.
87/Pdt./2012/PT.Smg.

“Karena tanah sengketa secara hukum, segala sesuatu yang berdiri dan tertanam diatas tanah tersebut yang dianggap sebagai benda tetap milik sah ahli waris,” jelas dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif