Jogja
Selasa, 14 April 2015 - 20:40 WIB

IMIGRAN GELAP : 51 Orang Tertahan di Bantul

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pihak kepolisian mengamankan kapal yang akan membawa imigran gelap beserta isinya agar tidak hanyut terbawa ombak, Sabtu (19/10/2013) dinihari. (JIBI/Harian Jogja/Kusnul Isti Qomah)

Imigran gelap yang tertahan di Bantul mencapai 51 orang.

Harianjogja.com, BANTUL—Sebanyak 51 orang warga imigran dari berbagai negara hingga kini masih tertahan di Balai Penampungan Dinas Sosial DIY di Sewon, Bantul. Mereka tidak dapat kembali ke negaranya lantaran tidak ada kelengkapan surat seperti paspor dan visa. Puluhan imigran gelap itu kini menunggu ada negara yang mau memberi mereka suaka.

Advertisement

Kepala Sub Seksi Penindakan Kantor Imigrasi DIY, B. Dwi Priyoko mengatakan, mereka mayoritas berasal dari Afganistan, dan sisanya dari Iran, Irak dan Myanmar.

“Mereka meninggalkan negara mereka karena konflik keamanan, lalu mencari suaka di negara lain,” kata Dwi Priyoko saat ditemui di Bantul, Senin (13/4/2015).

Mereka datang ke Indonesia melalui jalur darat maupun jalur laut atau disebut manusia perahu. Sebagian dari mereka tertangkap saat melintasi wilayah Indonesia, sebagian lainnya menyerahkan diri ke petugas keamanan. Balai penampungan Dinas Sosial DIY menampung imigran gelap yang tertangkap di DIY maupun daerah lain seperti Semarang, Pontianak (Kalimantan Barat) dan Banjarmasin (Kalimantan Selatan).

Advertisement

Di Balai Penampungan, para imigran itu ditangani dan biaya hidupnya oleh lembaga hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), UNHCR.

“Karena status mereka adalah pengungsi, jadi dideportasi ke negaranya juga tidak bisa. Mereka ingin mencari suaka,” paparnya lagi.

Sejauh ini, kata Dwi, baru Australia yang memberi suaka ke para imigran itu. Namun jumlah warga yang diberi suaka sangat sedikit. Pada tahun lalu misalnya, hanya lima imigran yang diberi suaka dan berangkat ke Australia. Namun sejak 2015, pemberian suaka itu macet menyusul memburuknya hubungan Indonesia-Australia terkait rencana hukuman mati dua warga Australia oleh pemerintah Indonesia. (Baca Juga : HUKUMAN MATI : Isu Eksekusi Mati Mereda, Australia Dekati Indonesia)

Advertisement

Salah seorang Imigran, Muhamad Rezanoor,31 mengungkapkan, sudah tujuh bulan ia tinggal di Balai Penampungan.

“Saya meninggalkan Afganistan karena takut dibunuh oleh Taliban,” ujar Rezanoor.

Imigran lainnya, Zaher Ahmed, 37 mengungkapkan, baru sehari berdiam di balai setelah pindah dari Semarang dan sebelumnya di Medan. Ia fasih berbahasa Indonesia karena sudah dua tahun tinggal di negeri ini. Zaher bahkan sempat menikah di Indonesia. Namun ia tidak dapat bekerja karena secara hukum dilarang. Dia meninggalkan negaranya karena menjadi korban konflik muslim Rohingya di Myanmar.

“Saya muslim Rohingya,” kata Zaher.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif