Kolom
Selasa, 14 April 2015 - 08:40 WIB

GAGASAN : Diskriminasi Remunerasi Sektor Perpajakan

Redaksi Solopos.com  /  Evi Handayani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Muhammad Aslam (Istimewa)

Gagasan ini ditulis Muhammad Aslam. Penulis adalah praktisi perpajakan dan saat ini tinggal di Solo.

Solopos.com, SOLO — Tunjangan kinerja untuk pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Ditjen Pajak Kemenkeu) dipastikan akan cair pada pekan ketiga April 2015.

Advertisement

Pencairan tunjangan kinerja tersebut dirapel untuk Januari–April 2015. Bulan ini, pegawai Ditjen Pajak kaya mendadak. Peraturan Presiden (Perpres) No. 37/2015 merupakan payung hukum untuk menaikkan penghasilan pegawai Ditjen Pajak yang berlaku surut sejak 1 Januari 2015.

Penaikan penghasilan ini dengan motif agar lebih lebih bersemangat dan termotivisi memungut pajak. Tunjangan kinerja atau yang lebih populer disebut remunerasi dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015 senilai Rp4,2 triliiun.

Penghasilan pegawai Ditjen Pajak rata-rata akan naik 2,5 kali lipat dibanding yang diterima sebelumnya. Remunerasi merupakan salah satu produk reformasi birokrasi dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih.

Konsep remunerasi mengharapkan pegawai negeri berkonsentrasi penuh dalam menjalankan tugas-tugas birokrasi dan tidak lagi memikirkan biaya hidup. Dengan remunerasi maka penghasilan di luar gaji seperti honorarium dalam berbagai bentuk maupun jenisnya dihapuskan.

Kebijakan remunerasi pernah diterapkan pada 1971 saat Menteri Keuangan dijabat Ali Wardhana. Alasannya untuk mencegah kebocoran uang negara, meningkatkan kinerja pegawai, dan meningkatkan pendapatan negara melalui pajak.

Gaji pegawai Departemen Keuangan saat itu dinaikkan hingga sembilan kali lipat dengan payung hukum Keputusan Presiden (Keppres) No. 15/1971 tentang Tunjangan Khusus pegawai Departemen Keuangan, tapi hasilnya kebocoran tetap terjadi, korupsi merajalela, dan kinerja masih standar atau tidak ada peningkatan.

Keppres tersebut juga dipakai sebagai salah satu landasan hukum Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk mengusulkan remunerasi pada 2007. Perpres No. 37/2015 diharapkan menjadi ”vitamin” bagi pegawai Ditjen Pajak agar lebih bersemangat dan termotivasi mencapai target penerimaan pajak pada APBN-P 2015 senilai Rp1.489,3 triliun atau 85% dari total target penerimaan negara senilai Rp1.758,3 triliun.

Advertisement

Catatan penerimaan pajak sepanjang periode tahun anggaran 2002 hingga 2013 menunjukkan Ditjen Pajak hanya dua kali mampu mencapai target, yaitu pada 2004 dan 2008. Pegawai Ditjen Pajak bukanlah satu-satunya elemen mutlak yang berperan dalam kesuksesan mencapai target penerimaan pajak.

Ada kesadaran dan kerelaan wajib pajak (WP) dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Selain itu, peran karyawan divisi pajak perusahaan swasta dan konsultan pajak juga tidak boleh dikesampingkan.

Dalam sistem self asessment, kontribusi karyawan divisi pajak perusahaan swasta dan konsultan pajak sangat signifikan ketika WP tidak mampu melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan secara mandiri.

Pemilik perusahaan atau direktur/manajer keuangan perusahaan selalu mengingatkan agar karyawan divisi pajak bekerja dengan sebaik-baiknya dalam melaksanakan kewajiban perpajakan perusahaan.

Tugas dan tanggung jawab karyawan divisi perpajakan tidak hanya kepada perusahaan tempat mereka bekerja. Mereka juga bertanggung jawab kepada seluruh karyawan dalam perusahaan yang sama dan perusahaan lain yang menjadi rekanan.

Karyawan divisi pajak perusahaan swasta memiliki tugas dan tanggung jawab seperti menghitung, menyetorkan, dan melaporkan surat pemberitahuan masa dan surat pemberitahuan tahunan yang menjadi kewajiban perusahaan.

Karyawan divisi pajak juga wajib memberikan pengertian kepada karyawan perusahaan tentang kewajiban dan manfaat memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP); memberikan pengertian kepada rekanan perusahaan mengenai pemotongan pajak penghasilan (PPh) dan/atau kewajiban pajak lainnya yang harus dilakukan perusahaan sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.

Advertisement

Mereka juga bertugas melakukan rekonsiliasi antara laporan pajak dengan laporan akuntansi; aktif berinteraksi dengan account representative (AR) ketika kurang memahami peraturan perundang-undangan perpajakan; dan lain sebagainya.

Sedangkan konsultan pajak membantu dan/atau mengonfirmasi atas transaksi-transaksi WP ketika ada dispute (perselisihan atau sengketa) dengan pegawai Ditjen Pajak dalam menafsirkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang tidak dipahami WP dan/atau karyawan divisi pajak perusahaan swasta.

Dengan kata lain, karyawan divisi pajak perusahaan swasta dan konsultan pajak juga berkontribusi besar sebagai mitra Ditjen Pajak dalam mencapai target penerimaan pajak.

Peran dan tanggung jawab karyawan divisi pajak perusahaan swasta dan konsultan pajak sama vitalnya dan tidak ada perbedaan tugas atau fungsi dengan pegawai Ditjen Pajak dalam menyukseskan target penerimaan pajak.

Mereka bekerja sama dan bahu-membahu melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan. Terbitnya Perpres No. 37/2015 menunjukkan pegawai Ditjen Pajak sangat diperhatikan kesejahteraannya oleh pemerintah dengan memberikan remunerasi hanya kepada pegawai Ditjen Pajak.

Karyawan divisi pajak perusahaan swasta dan konsultan pajak diabaikan peran dan kontribusinya baik sebagai pelaksana peraturan perundang-undangan perpajakan maupun sebagai masyarakat pembayar pajak.

Nutrisi Berbeda
Ibarat tim sepak bola, nutrisi yang diberikan kepada pemain berbeda. Pegawai Ditjen Pajak sebagai kapten tim sekaligus playmaker (pemain pengatur serangan) atau keyplayer (pemain kunci) diberi nutrisi lengkap empat sehat lima sempurna.

Advertisement

Karyawan divisi pajak perusahaan swasta dan konsultan pajak sebagai pemain penyerang, pemain bertahan, pemain sayap, dan penjaga gawang hanya diberi sagu dan singkong. Bagi perusahaan swasta berskala nasional maupun internasional tentu mampu memberikan gaji/penghasilan yang memadai.

Itu hanya di pusat ekonomi atau kota besar seperti di Jakarta, Surabaya, Medan, dan lain sebagainya. Sedangkan di kota yang relatif kecil seperti Solo dan sekitarnya yang tingkat upah minimumnya masih di bawah Rp2 juta, seorang karyawan divisi pajak perusahaan swasta hanya memperoleh gaji Rp2 juta–Rp4 juta per bulan.

Menurut saya, pemerintah seharusnya memberikan remunerasi/bonus kepada karyawan divisi pajak perusahan swasta dan/atau konsultan pajak saat tahun pajak sudah memasuki kedaluwarsa.

Jika dalam jangka waktu lima tahun tidak ada pemeriksaan pajak atau ketetapan pajak dari Ditjen Pajak, laporan WP dianggap benar dan sudah melaksanakan seluruh kewajiban perpajakan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

Setiap karyawan divisi pajak perusahan swasta dan/atau konsultan pajak berhak memperoleh rapelan remunerasi/bonus selama setahun dari pemerintah yang nilainya setara dan disesuaikan dengan tingkat/golongan pegawai/pejabat di lingkungan Ditjen Pajak.

Remunerasi/bonus tersebut juga harus tetap diberikan kepada karyawan divisi pajak perusahan swasta dan/atau konsultan pajak meskipun telah diterbitkan surat keputusan hasil pemeriksaan pajak dari Ditjen Pajak.

Jika kesimpulan pemeriksaan pajak dari Ditjen Pajak ada kurang bayar pajak maksimal 5% dari total pajak yang terutang pada tahun yang diperiksa Ditjen Pajak, seluruh karyawan divisi pajak perusahaan swasta yang diperiksa dan/atau konsultan pajaknya tetap berhak memperoleh remunerasi/bonus tersebut.

Advertisement

Lima persen merupakan angka toleransi yang paling wajar ketika karyawan divisi pajak perusahaan swasta dan/atau konsultan pajak tidak melaksanakan peraturan perundangan-undangan perpajakan karena ketidaksengajaan atau ketidaktahuan.

Selain itu, tingkat kompetensi, pemahaman, dan penguasaan peraturan perundangan-undangan perpajakan setiap karyawan divisi pajak perusahaan swasta dan/atau konsultan pajak dengan pegawai Ditjen Pajak berbeda-beda. Wangat wajar jika ada dispute 5%.

Perpres No. 37/2015 tidak hanya diskriminatif bagi praktisi perpajakan swasta. Perpres ini juga diskriminatif bagi pegawai negeri sipil (PNS) di instansi lain. Remunerasi ini diibaratkan sebagai imbalan atau balas jasa kepada pegawai Ditjen Pajak yang dianggap bekerja sangat giat dan rajin serta memiliki fungsi yang paling penting bagi negara dalam menghimpun pajak atau pemasukan APBN sehingga harus dihargai dengan layak.

Alasan tersebut jelas tidak bisa diterima. Remunerasi berpotensi menimbulkan kecemburuan sosial dan perlakuan diskriminatif terhadap instansi lain yang tidak memperoleh remunerasi, terutama bagi guru dan prajurit TNI serta anggota Polri.

Guru sangat layak mendapat remumerasi karena jasa-jasa mencerdaskan bangsa dan mengantarkan anak-anak bangsa ini meraih cita-citanya sebagai PNS, dokter, pilot, olahragawan, jenderal (tentara/polisi), pejabat publik (anggota DPR/DPRD dan presiden/menteri/gubernur/bupati/wali kota), dan lain sebagainya.

Pemerintah hanya memberikan remunerasi atau yang populer di dunia pendidikan disebut tunjangan sertifikasi hanya kepada guru berstatus PNS yang telah lulus sertifikasi guru profesional. Sedangkan guru non-PNS tidak diberi tunjangan sertifikasi guru, padahal tugas dan fungsi guru PNS dan non-PNS sama, yaitu mencerdaskan bangsa.

Remunerasi juga layak diberikan kepada prajurit TNI yang menjaga integritas dan kedaulatan wilayah Indonesia serta anggota Polri yang memberikan keamanan dan ketertiban lingkungan sehingga penduduk bisa bekerja dengan lancar dan tenang mencari rezeki.

Advertisement

Lebih dari 150 juta pekerja di Indonesia digaji setingkat upah minimum regional oleh perusahaan karena biaya produksi banyak terserap oleh beban pajak yang semakin tinggi. Sangat ironis ketika seorang pegawai Ditjen Pajak lulusan D3 fresh graduate di Solo dan sekitarnya berpenghasilan dari Rp 10 juta per bulan.

Pada sata yang sama gaji karyawan divisi pajak perusahaan swasta lulusan S1 (sarjana) yang memiliki sertifikat brevet pajak dan bekerja lebih dari tiga tahun hanya berpenghasilan Rp2 juta–Rp4 juta per bulan.

Sebagian besar pelaksana peraturan perundang-undangan perpajakan adalah para karyawan divisi pajak perusahaan swasta dan konsultan pajak yang mendapat  pendelegasian tugas dan wewenang dari pemilik perusahaan selaku pemberi kerja. Ini jelas tidak adil!

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif