Kongres PDIP 2015 menghasilkan 31 rekomendasi politik, salah satunya soal revisi UU Migas.
Solopos.com, SANUR — Kongres IV PDIP di Sanur Bali resmi ditutup oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Sabtu (11/4/2015) siang ini, dengan menghasilkan 31 rekomendasi politik.
Salah satu sikap tersebut berisi dorongan kepada pemerintah agar menetapkan Soekarno sebagai Bapak Bangsa dan ajar-ajarannya diberi ruang untuk menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan kebangsaan.
PDIP juga mendorong revisi Undang-Undang (UU) Pertambangan, UU Mineral dan Batubara (Minerba), dan UU Minyak dan Gas Bumi (Migas) agar berwatak dan berwajah merah putih. Tujuannya, mengembalikan tata kelola energi nasional sesuai prinsip pasal 33 UU 1945.
“Misalnya untuk kelola Blok Mahakam agar dipercayakan kepada BUMN,” tegas Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto seusai acara penutupan, Sabtu (11/4/2015).
Selain itu, partai pemenang pilpres dan pileg ini juga mendorong revisi UU BUMN agar lebih berfungsi sebagai alat negara. Tujuannya untuk mewujudkan keadilan sosial dengan memperkuat ekonomi rakyat melalui fungsi redistributif, akses permodalan, dan meningkatkan produktivitas rakyat.
Sebagai catatan, UU Migas disahkan pada 2001 atau di era Presiden Megawati Soekarnoputri. UU ini menjadi kontroversi karena dianggap menyebabkan kedaulatan negara atas energi (migas) hilang. Analisis pakar migas yang kini menjadi politikus Partai Nasdem, Kurtubi, beberapa waktu lalu mengungkapkan UU ini membuat pemerintah harus bernegosiasi langsung dengan kontraktor migas luar negeri.
Berdasarkan UU Migas, kuasa pertambangan (KP)–yang sebelumnya dipegang BUMN (Pertamina)–dipegang oleh pemerintah. Dalam setiap negosiasi dengan investor atau kontraktor asing, pemerintah diwakili oleh BP Migas yang tak pernah mendapat KP. Akibatnya, setiap kerjasama yang terjadi bersifat business to government (B to G).