Jogja
Jumat, 10 April 2015 - 17:19 WIB

Ini Kisah Warga yang Tinggal di Dekat TPST Piyungan

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Para pemulung mengumpulkan sampah yang belum dipilah di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan, Bantul. (JIBI/HarianJogja/Gigih M. Hanafi)

Diam bukan berarti tanpa masalah. Hal itulah yang dialami dan dirasakan warga yang bermukim di sekitar Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan, Bantul. Jutaan lalat dan bau tak sedap, seolah telah menjadi “makanan” sehari-hari dalam kehidupan mereka. Namun apakah mereka hanya pasrah menerima nasib?

Harianjogja.com, BANTUL- Ribuan warga di Desa Wonolelo, Kecamatan Pleret, dan warga di empat dusun di Desa Sitimulyo, Kecamatan Piyungan, yakni Dusun Banyakan I, II, III serta Dusun Ngablak, akrab dengan bau sampah dan jutaan lalat di sekitar mereka.

Advertisement

Aroma tak sedap yang menjadi makanan sehari-hari, tak membuat mereka berontak dan melawan. Diam dan menerima kenyataan demi menjaga keharmonisan menjadi pilihan mereka.

Sambil mengibas-ngibaskan telapak tangannya, Sutinah, 46, melayani pembeli di tokonya, Kamis (9/4/2015) pagi. Bukan tanpa alasan, ibu tiga orang anak itu mencoba mengusir aroma tak sedap yang mendadak tercium.

Advertisement

Sambil mengibas-ngibaskan telapak tangannya, Sutinah, 46, melayani pembeli di tokonya, Kamis (9/4/2015) pagi. Bukan tanpa alasan, ibu tiga orang anak itu mencoba mengusir aroma tak sedap yang mendadak tercium.

Seolah sudah biasa, cukup dengan mengibaskan tangannya saja, ia sudah kembali bisa beraktivitas tanpa mempersoalkan aroma tak sedap itu. “Aroma seperti ini sudah biasa,” ucap Sutinah.

Bagi warga Desa Wonolelo, Kecamatan Pleret, bau tak sedap itu sudah bukan hal aneh. Meski jarak mereka dengan Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan masih sekitar empat hingga lima kilometer, hampir setiap menjelang Ashar, bau tak sedap selalu terbawa angin, menyambagi wilayah itu.

Advertisement

“Ngapain lapor. Ini sudah hal yang biasa bagi kami,” ujarnya. Meski begitu, dia tak menampik aroma sampah tetap saja mengganggu aktivitasnya. Terlebih jika ia tengah berkumpul bersama keluarganya di meja makan.

Sutinah juga mengaku, bau sampah itu belum cukup memberikan kekuatan untuk melawan. Menurutnya, selama tidak berdampak buruk pada persediaan air, ia tak akan bersuara. “Ya mau bagaimana lagi. TPST Piyungan itu mau tidak mau kan harus ada. Bayangkan saja, banyak pihak mendapatkan penghidupan dari sana [TPST Piyungan],” ujarnya.

Soal bau yang semakin tercium kuat, Pemerintah Desa Wonolelo, kecamatan Pleret, juga tak bisa berbuat apa-apa. “Lha harus bagaimana, wong tidak ada warga yang lapor,” kata Kepala Desa Wonolelo,  Pujiastuti, saat ditemui Kamis.

Advertisement

Pujiastuti tak memungkiri bahwa bau tak sedap itu pun tak hanya dirasakan oleh warga Guyangan saja. Bahkan para pegawainya pun mengeluhkan hal yang sama. Padahal, Balai Desa Wonolelo merupakan
titik terjauh dari lokasi TPST Piyungan. “Kalau sini [Balai Desa Wonolelo] jaraknya lebih dari 5 kilometer dari pembuangan sampah itu. La kalau di sini saja sudah bau, apalagi yang jaraknya lebih
dekat,” ungkapnya.

Meski tak mendapatkan laporan, sebagai Kepala Desa, ia mengaku tetap akan berupaya mengedepankan kepentingan warganya, termasuk terkait dengan rencana perluasan TPST Piyungan ke arah Desa Wonolelo. Baginya, jika warganya memang tak menghendaki, dirinya akan berupaya semaksimal mungkin agar keinginan warganya itu tercapai.

Hal sama juga dirasakan warga di wilayah Kecamatan Piyungan yang berada di sisi utara tempat pembuangan sampah.  Kepala Desa Sitimulyo, Kecamatan Piyungan, Juweni, mengaku mendengar rencana perluasan TPST Piyungan. Meski khawatir dampak pencemaran makin meluas, dia mengaku tak bisa berbuat banyak. “Tapi ya semua saya serahkan kepada warga,” ujarnya pasrah.

Advertisement

Sementara itu Kepala Balai Pengelolaan Infrastruktur Sanitasi dan Air Minum Perkotaan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan DIY, Kus Pramono, mengakui TPST Piyungan hampir tak dapat menampung seluruh sampah yang ada.

Dari kapasitas tampungan 2,4 juta meter kubik, saat ini TPST Piyungan telah terisi hampir 1,8 juta meter kubik dengan luas lahan 10 hektare. Dia juga mengakui, metode open dumping yakni menampung sampah di tempat terbuka yang selama ini diterapkan dinilai membawa dampak buruk bagi lingkungan sekitar.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif