Kolom
Jumat, 10 April 2015 - 08:00 WIB

GAGASAN : Strategi India Menghadapi Radikalisasi

Redaksi Solopos.com  /  Evi Handayani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Hammam (Istimewa)

Gagasan kali ini ditulis Hammam. Penulis adalah mahasiswa S3 Kajian Wacana Nonkekerasan, Jawaharlal Nehru University, New Delhi, India. Penulis juga dosen IAIN Salatiga.

Solopos.com, SOLO — Hari Senin 6 Maret 2015 lalu Biro Intelijen India mengeluarkan siaran pers yang berisi kemungkinan akan adanya bom bunuh diri di New Delhi dalam beberapa hari ke depan.

Advertisement

Menurut sumber intelijen India, bom bunuh diri akan dilakukan oleh kelompoh Islam radikal Jamaat-e-Muhammad yang berafiliasi dengan Jamaat-ul-Mujahideen. Mereka adalah kelompok Islam radikal di India yang telah mengikuti latihan perang bersama Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) di Irak.

Sehari kemudian para tokoh muslim India mengadakan pertemuan dengan Perdana Menteri Narendra Modi untuk  membahas hal tersebut.

Di India ancaman teror dan gerakan radikalisme dari kelompok militan di Kashmir dan Islam transnasional semakin hari terasa semakin meningkat.

Peningkatan itu terasa terutama setelah terbentuknya pemerintahan koalisi antara Bharatya Janata Party (BJP) dan People Democratic Party (PDP). Di Kashmir koalisi ini menimbulkan reaksi keras dari kelompok militan.

Serangan di pos penjagaan polisi beberapa hari lalu menewaskan tiga personel keamanan dan masyarakat sipil (The Hindu, 23 Maret 2015). Kejadian ini merupakan persoalan serius bukan hanya bagi negara bagian Kashmir tetapi juga telah berhasil menarik perhatian pemerintah pusat.

Selain itu, potensi berkembangnya ideologi kekerasan bersumber gerakan Islam transnasional seperti ISIS, Al-Qaeda, Jamaat-e-Islami dari Bangladesh, dan Laskar-e-Taibah Pakistan telah menjadi  persoalan tersendiri bagi pemerintahan Modi yang sedang giat mengampanyekan progam made in India.

Ini adalah sebuah program yang mengajak para investor negara maju membangun India sekaligus memperkenalkan produk-produk inovatif India kepada dunia. Istilah populernya bring the world to India and bring India to the world.

Advertisement

Tulisan ini ingin memotret bagaimana ancaman teror dan gerakan Islam transnasional membidik India dan sikap pemerintah Modi merespons ancaman tersebut sehingga program-program pemerintah tetap bisa berjalan dengan baik.

Kekerasan Islam Transnasional
Paling tidak ada dua alasan mengapa gerakan Islam radikal transnasional ingin menyebarkan ideologi kepada muslim (pemuda muslim) di India.

Pertama, secara demografis India memiliki penduduk muslim sekitar 160 juta dari total jumlah penduduk India 1,2 miliar dan sebagai tempat berkembangnya 76 aliran pemikiran keislaman (firqah).

India merupakan negara berpenduduk muslim terbesar ketiga setelah Indonesia dan Pakistan. Jumlah tersebut sangat fantastis, dua kali lebih besar dibandingkan dengan jumlah penduduk negara-negara Islam seperti Arab Saudi, Mesir, Turki, Irak, dan Maroko.

Di samping itu, India juga memiliki lembaga pendidikan tinggi Islam yang sangat disegani reputasinya di tingkat internasional. Lembaga pendidikan tinggi itu antara lain Jamia Milia Islamia, Jamia Hamdad, Osmania University, dan Aligar Muslim University yang memiliki pusat kajian Suni-Syiah dan pusat studi Alquran terbaik di Asia Selatan serta masih banyak lagi lembaga pendidikan Islam lainnya.

Ironisnya setelah lulus dari lembaga pendidikan Islam yang bereputasi baik seperti itu belum tentu mudah memperoleh pekerjaan. Para pemuda muslim dan pemuda India umumnya sangat kesulitan mencari pekerjaan di negeri Hindustan ini.

Wajar banyak di antara mereka mengadu nasib di luar negeri, seperti Uni Emirat Arab, Arab Saudi, dan Irak. Inilah salah satu potensi dan peluang penyebaran ideologi radikalisme bagi pemuda muslim di India, meskipun ada juga yang tertarik dengan ideologi ISIS melalui Internet atau media sosial.

Advertisement

Ada empat pemuda muslim dari Maharashtra, negara bagian di Selatan India, telah berada di Mosul, Irak, sebagai sukarelawan ISIS. Salah satunya sudah kembali ke India, tetapi tiga orang lainnya belum ditemukan rimbanya. Selain itu, terdapat 280 pemuda muslim India yang menyetujui berdirinya gerakan ISIS di Timur Tengah.

Kedua, dalam pandangan gerakan Islam transnasional Narendra Modi dianggap sebagai sangat antinegara Islam. Partai BJP sebagai partai pengusung Modi ke kursi Perdana Menteri  India pada  pemilihan umum tahun lalu adalah partai yang ingin menerapakan ajaran Hindu, Hindutva.

BJP mulai mengesahkan peraturan daerah (perda) tentang pelarangan pemotongan sapi di beberapa negara bagian India karena binatang tersebut dianggap suci oleh umat Hindu. Di banyak tempat yang penduduknya mayoritas bergama Hindu menudukung gagasan.

Di tempat-tempat ini sering ditemukan slogan berbahasa Hindi, gau mata ko rashtriya pashu banao (dukung sapi menjadi hewan nasional), atau  gau mata ko rashtra banao (dukung sapi menjadi simbol negara) dan masih banyak slogan sejenisnya.

Di negara bagian Gujarat, tempat Modi pernah menjadi Gubernur (Chief Minister), juga menerapkan perda tentang vegetarian, sebuah kebijakan yang hanya mengizinkan warga Gujarat menjual atau mengonsumsi makanan vegetarian.

Bukan hanya itu, Modi dan BJP dikaitkan dengan kerusuhan komunal (Hindu-Muslim) di Gujarat pada 2002. Kerusuhan tersebut menelan banyak korban, termasuk 300 tempat ibadah umat Hindu dan 200 masjid yang dihancurkan, namun kasusnya belum tuntas sampai sekarang.

Dua hal tersebut sangat rentan sebagai pemicu perkembangan ideologi kekerasan di India. Bedasarkan berbagai kejadian tindak kekerasan Islam transnasional di India, pola penyebaran ideologinya tidak hadir dengan sendiri (tunggal) dan bebas konteks tetapi ia ”membonceng” situasi politik internal suatu negara (India).

Advertisement

Hal ini sangat disadari oleh pemerintah India sehingga tetap menjaga situasi politik dalam negeri itu agar stabil, aman, dan ”terkendali”.

Patriotis dan Nasionalis
Ide muslim patriot dan nasionalis pertama kali diusung Mahatma Gandhi ketika muslim India menghadapi krisis identitas setelah Pakistan memisahkan diri (partisi) dari India pada 1947.

Kegamangan berlanjut apakah mungkin seorang muslim sekaligus warga negara India atau sebaliknya warga negara India sekaligus muslim. Gandhi berharap persatuan orang Hindustani sebagai tujuan utama dari ajaran patriotisme dan nasionalisme waktu itu.

Persatuan India adalah hal yang sangat penting dan utama di atas agama, golongan, atau kepentingan sektarian lainnya. Gandhi menuturkan dengan sangat jelas that unity is strength is not merely a copybook maxim but a rule of life is in no case clearly illustrated as in the problem of Hindu-Muslim unity.

Ia juga menyatakan divided we must fall… Hindu-muslim unity means not unity only between Hindu and muslims, but between all those who believe India to be their home, no matter of what faith they belong.

Dalam terjemahan bebas kurang lebih bahwa persatuan yang kuat adalah ajaran hidup bukan aturan tertulis yang hanya digunakan jika ada masalah antara Hindu dan Islam. Jika terpecah belah akan lemah… Persatuan umat Hindu-muslim juga berarti persatuan semua golongan yang meyakini India adalah rumah bersama tanpa melihat keyakinan (agama) mereka.

Gagasan muslim patriot ini disegarkan kembali oleh Menteri Dalam Negeri India Rajnath Singh. Dia menyampaikan gagasannya dalam acara International Conference on Counter Terorism yang diselenggarakan Center for Police Security and Criminal Justice Sardar Patel University bekerja sama dengan India Foundation pada 18-20 Maret 2015 di Jaipur.

Advertisement

Secara khusus Singh menjelaskan mengapa ideologi kekerasan yang disebarkan ISIS dan sejenisnya gagal berkembang di India. Beberapa faktor yang menyebabkan kegagalan tersebut di antaranya adalah kuatnya rasa patriotisme dan nasionalisme muslim India.

Singh menegaskan orang-orang Islam di India adalah para patriot yang tidak akan tergoyahkan nasionalisme mereka oleh ideologi fundamentalis manapun. Jika ada yang menganggap muslim India akan terpengaruh dengan pendirian negara Islam di Timur Tengah, itu hanya ilusi.

Menurut Singh, muslim India hanya mau mengorbankan jiwa dan raga mereka untuk kepentingan negara India, bukan yang lain.  Menariknya lagi, bagi kalangan muslim sendiri gagasan patriotisme dan nasionalisme berarti meyakini bahwa Islam sebagai agama dan India sebagai rumah mereka.

Mereka berjuang keras untuk keamanan dan kemajuan negara bagi semua yang hidup dan tinggal bersama mereka, bukan untuk kelompok mereka sendiri (agama mereka). Tokoh seperti Maulana Abdul Kalam Azad adalah pelaku sentral pengusung muslim patriotis dan nasionalis.

Ini dapat dilihat dalam salah satu pidato politiknya. Tiga bulan setelah partisi (23 Oktober 1947), dia mengumpulkan muslim India di Shahi Jama Masjid di Delhi. Azad berpidato di hadapan Muslim India.

Dia berkata,”Hari ini mari kita bersumpah bahwa India adalah milik kita, kita adalah bagian India dan cita-cita mulia India kurang lengkap tanpa keterlibatan kita.” Pidato yang penuh heroisme itu dapat dilihat lebih detail di buku Hindu-Muslim Unity and Love for India  yang ditulis oleh Prof. Kwaja Abdul Muntaqim (2014: 27).

Menjadi muslim patriotis dan nasionalis tampaknya adalah pilihan terbaik. Pilihan ini telah mengantarkan muslim India terus eksis dan mengambil bagian dalam pemerintahan maupun dalam kehidupan sosial budaya. Sekarang ini rakyat India sangat mengenal negarawan dan ilmuwan muslim Avul Pakir Jaenulabdeen (APJ) Abdul Kalam.

Advertisement

Dia seorang ilmuwan teknologi ruang angkasa (aeroneutical engineering) dan presiden ke-11 India (2002-2007).  Sebagai ilmuwan dan negarawan, dia habiskan waktu dan tenaganya untuk kejayaan dan kedamaian India.

Salah satu kalimat populernya: If we try to live in harmony and focus our efforts to improve not only our condition but also of those around us, a beautiful future would  automatically emerge (jika kita berusaha hidup rukun dan terus berusaha memperbaiki diri dan lingkungan kita, pasti kita akan meraih masa depan yang gemilang).

Pendeknya, menjadi muslim patriotis dan nasionalis akan saling menguntungkan bagi masa depan kedua belah pihak: India dan umat Islam. Bagi India sangat membantu menangkal dan mencegah ideologi kekerasan kelompok Islam transnasional.

Sebaliknya, bagi muslim India, jiwa patriotis dan nasionalis menjadi tangga menuju pusat kekuasaan dan berkesempatan memimpin India melalui sistem pemilihan umum yang demokratis tentunya.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif