News
Selasa, 7 April 2015 - 03:00 WIB

OPOSISI Minta Presiden Anulir Tunjangan Mobil Pejabat

Redaksi Solopos.com  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi Presiden Joko Widodo blusukan (JIBI/Solopos/Antara/Agus Suparto)

Oposisi yang dipanegani politikus Partai Gerindra meminta Presiden menganulir tunjangan mobil pejabat.

Solopos.com, JAKARTA — Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) menolak kebijakan penaikan uang muka kendaraan dinas bagi pejabat negara, termasuk wakil rakyat.

Advertisement

Ketua Fraksi Partai Gerindra Ahmad Muzani mengatakan pihaknya mengusulkan kepada Presiden Joko Widodo untuk menganulir perubahan peraturan presiden (Perpres) terkait tunjangan kendaraan dinas bagi pejabat negara. Hal itu disampaikan dalam rapat konsultasi antara dewan perwakilan rakyat (DPR) dan Presiden Jokowi di Kompleks DPR, Jakarta.

“Kami mengusulan kalau bisa dianulir saja tunjangannya. Kembalikan seperti peraturan sebelumnya,”ujarnya, Senin(6/4/2015).

Menurut dia, momentum menaikkan nominal tunjangan bagi pejabat negara itu tidak tepat. Saat ini perekonomian dalam kondisi melambat, daya beli masyarakat merosot di tengah lonjakan kenaikan harga bahan pokok. “Kalau kemudian situasi seperti itu terjadi, lalu pejabat negara malah mendapat fasilitas yang mewah,”katanya.

Advertisement

Jika anggaran sudah tercantum dalam anggaran penerimaan dan belanja negara perubahan (APBNP) 2015, maka sebaiknya dimasukkan dalam sisa lebih perhitungan anggaran (Silpa) pada pengujung tahun. Dia menjelaskan presiden memperhatikan masukan fraksi dan akan mempertimbangkan usulan tersebut.

Sebelumnya, Presiden Jokowi mengeluarkan Perpers No. 39/2010 tentang Perubahan Atas Perpres No. 68/2010. Perpres ini hanya mengubah Pasal 3 ayat (1) Perpres No. 68/2010. Pada Perpres No. 68/2010 disebutkan fasilitas uang muka diberikan kepada pejabat negara sebesar Rp116,65 juta, sedangkan dalam Perpres No. 39/2015 menjadi Rp210,89 juta.

Tunjangan diberikan kepada pejabat negara di lembaga negara, seperti DPR, MPR, DPD, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, dan Badan Pemeriksa Keuangan.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif