Jatim
Selasa, 31 Maret 2015 - 20:05 WIB

ALIH FUNGSI LAHAN : Mutasi Lahan Bikin Luas Panen Jatim Terus Susut

Redaksi Solopos.com  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Petani Madiun membajak sawah, Minggu (29/3/2015). (JIBI/Solopos/Antara/Siswowidodo)

Alih fungsi lahan di Jatim mengancam indeks pertanaman akibat menyusutnya luas panen.

Madiunpos.com, SURABAYA — Lahan pertanian Jawa Timur (Jatim) terus menyusut dalam beberapa tahun terakhir akibat alih fungsi lahan. Pemerintah Provinsi Jawa Timur disarankan fokus pada strategi memaksimalkan indeks pertanaman guna meningkatkan luas panen di tengah tren menurunnya luas absolut lahan pertanian tersebut.

Advertisement

Saran itu dilontarkan Ketua Umum Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia (AB2TI) Dwi Andreas Santosa kala berbincang dengan Jaringan Informasi Bisnis Indonesia (JIBI) terkait fenomena alih fungsi lahan pertanian Jatim, Senin (30/3/2015). Menurut dia, fenomena yang belakangan menjadi kekhawatiran Pemprov Jatim itu adalah hal yang tidak mungkin dihindari.

Oleh karena itu, fokus kebijakan pertanian di provinsi yang selama ini menjadi salah satu lumbung pangan nasional itu mulai sekarang harus berorientasi pada peningkatan luas panen. Apalagi, indeks pertanaman (IP) Jatim sampai saat ini masih di bawah 2 di tengah semaraknya alih fungsi lahan pertanian.

“[Harus ada program konkret] Perbaikan irigasi, pembuatan waduk/dam/bendungan, dan meningkatkan IP, sehingga meskipun luas sawah absolut menurun, luas panen tetap bisa meningkat,” tuturnya.

Advertisement

Mutasi Lahan
IP Jatim pada 2014, kata Dwi, adalah 1,86 alias tidak jauh dari rata-rata nasional yang masih di bawah 2, yaitu pada level 1,6. Tahun ini, Pemprov Jatim menginginkan IP dapat didongkrak ke level 2,58 untuk mengatasi maraknya mutasi lahan pertanian menjadi perumahan.

“IP masih potensial untuk ditingkatkan menjadi 3. Khusus untuk Jatim, selain karena faktor alih fungsi lahan pertanian, juga terjadi trade off antara [pertanian] padi, kedelai, jagung, dan tebu,” sambung Dwi, yang juga Guru Besar Pertanian di Institut Pertanian Bogor (IPB).

Fenomena yang terjadi di Jatim, sambungnya, adalah saat terjadi peningkatan produksi atau perbaikan harga pada salah satu dari empat komoditas tanaman pangan itu, maka konsentrasi dan program pemerintah daerah akan tercurah pada komoditas tersebut. Akibatnya, dapat dipastikan luas panen komoditas lainnya akan menurun karena keempat tanaman tersebut menggunakan lahan yang sama.

Advertisement

Regulasi Mandul
Petani, menurut dia akan lebih memilih menggarap tanaman mana yang harganya sedang bagus dan lebih menguntungkan. “Peraturan untuk mencegah hal-hal tersebut sebenarnya sudah ada, yaitu di dalam UU [No.41/2009] tentang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan. Tapi sayangnya [regulasi tersebut] mandul.”

Untuk tingkat daerah, imbuhnya, Jatim sebenarnya juga sudah memiliki Peraturan Daerah (Perda) No.5/2012 tentang rencana tata ruang wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Timur. Namun, kenyataannya tren alih fungsi lahan sejak perda tersebut dibentuk justru tidak turun.

Berdasarkan data Badan Pertahanan Nasional (BPN) luas mutasi lahan RTRW menjadi pemukiman di Jatim mencapai 4.227,75 hektare sepanjang 2010-2013. Luas tersebut setara dengan potensi kehilangan beras sejumlah 49.662 ton.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif