Jogja
Rabu, 11 Maret 2015 - 16:40 WIB

TARIF LISTRIK : Mungkinkah Golongan R1 dan R2 Naik?

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Bisnis Indonesia/Endang Muchtar)

Tarif listrik yang naik untuk golongan sudah direncanakan sejak 1 Januari 2015.

Harianjogja.com, JOGJA-Setelah ditunda selama tiga bulan, Tarif Dasar Listrik (TDL) untuk golongan R1 dan R2 berdaya 1.200 VA dan 2.200 VA diprediksi naik.

Advertisement

Perubahan tarif itu pada dasarnya merupakan penyesuaian atas tariff adjustment terhadap tiga faktor, yakni kurs rupiah terhadap dolar, harga minyak dunia, dan inflasi. Perubahan tarif tersebut diakui Humas PLN area DIY Kardiman Paulus.

Menurut dia, perubahan tarif tak begitu menjadi soal. Pasalnya, di area DIY, jumlah pelanggan kedua golongan itu relatif sedikit. Jumlah pelanggan di dua golongan itu hanya berjumlah 137.971 pelanggan. Sedangkan total pelanggan untuk keseluruhan golongan rumah tangga di area DIY mencapai 894.652 pelanggan.

Advertisement

Menurut dia, perubahan tarif tak begitu menjadi soal. Pasalnya, di area DIY, jumlah pelanggan kedua golongan itu relatif sedikit. Jumlah pelanggan di dua golongan itu hanya berjumlah 137.971 pelanggan. Sedangkan total pelanggan untuk keseluruhan golongan rumah tangga di area DIY mencapai 894.652 pelanggan.

“Perbandingan jumlah tidak signifikan. Kalaupun naik, saya rasa kok tidak ada masalah di tingkatan pelanggan,” ucapnya, saat ditemui di kantor, Selasa (10/3/2015).

Jika sampai terjadi gejolak di masyarakat, ia berpendapat lebih disebabkan masyarakat belum memahami konsep tarif listrik di Indonesia. Berbeda dengan negara maju, tarif dasar listrik di Indonesia dikategorikan berdasar daya pemakaian.

Advertisement

Kekhawatiran justru ada pada pelanggan yang masuk pada golongan industri dan bisnis. Sudah berulang kali mereka mempertanyakan alasan pemerintah tidak memberlakukan perubahan tarif pada golongan R1 dan R2 berdaya rendah tersebut.

“Desakan dari golongan industri dan bisnis bisa berimbas pada pengurangan subsidi untuk dua golongan tersebut,” imbuhnya.

Paulus menjelaskan perubahan ini berpeluang memindahkan pelanggan pascabayar ke pra-bayar. Pasalnya, dengan mengalihkan pelanggan ke pra-bayar, kerugian PLN dapat diminimalisasi.

Advertisement

“Karena jujur saja, tarif yang ditetapkan pemerintah selama ini, jauh dari tarif dasar yang menjadi perhitungan PLN,” tambah.

Menurut dia, PLN tak hanya berpikir soal biaya operasional tapi juga pemeliharaan dan investasi jangka panjang.

Sementara itu, Sri Wahyuni, seorang pengusaha bakery asal Sleman mengakui, pemerintah harusnya bisa lebih objektif. Menurutnya, subsidi yang terus diberikan pemerintah kepada pelanggan rumah tangga berdaya rendah (450 VA dan 900 VA) merupakan bukti ketidakberpihakan pemerintah terhadap produktivitas energi.

Advertisement

“Seharusnya pemerintah tahu, bahwa setiap Kilowatthour [KWh] yang kami pakai itu bernilai ekonomis. Lalu kenapa kami masih harus bayar mahal,” ucapnya.

Rencana kenaikan tarif listrik sudah direncanakan sejak 1 Januari 2015 lalu. Akan tetapi, Presiden Joko
Widodo lantas menunda lantaran beban masyarakat dinilai sudah bertumpuk akibat penyesuaian harga BBM dan gas elpiji tiga kilogram.

Dirjen Listrik Kementerian ESDM Jarman mengatakan kenaikan tarif dapat dan harus segera dilakukan. Pasalnya, jika terus menerus ditunda, subsidi yang dikeluarkan pemerintah bakal membengkak. Tercatat, akibat penundaan itu, subsidi bertambah Rp1,3 triliun dari yang semula Rp67,92 triliun.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif