Jogja
Sabtu, 7 Maret 2015 - 06:20 WIB

KEISTIMEWAAN DIY : Polemik Calon Gubernur, Sultan Keluarkan Sabdatama

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Sri Sultan Hamengku Buwono X (Desi Suryanto/JIBI/Harian Jogja)

Keistimewaan DIY, polemik calon Gubernur mendorong Sultan mengeluarkan Sabdatama.

Harianjogja.com, JOGJA-Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X secara tiba-tiba mengeluarkan Sabdatama, Jumat (6/3/2015). Pernyataan resmi raja Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat ini tak lepas dari polemik penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Keistimewaan (Raperdais) tentang Pengisian Jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur.

Advertisement

Sabdatama yang dikeluarkan Sultan Hamengku Buwono X ini merupakan yang kedua kalinya selama 26 tahun bertahta. Sabda tama pertama dikeluarkan pada 10 Mei 2012 terkait dengan Undang-undang Keistimewaan.

Sabdatama kedua yang dibacakan Sultan sekitar pukul 10.00 WIB ini berisi delapan poin agar dilaksanakan oleh putra putri sultan, saudara Sultan, sentono, para abdi dalem dan semua yang memiliki kedudukan di Kraton. Sultan meminta semua pihak tidak mencampuri urusan Kraton karena apa yang telah diatur dalam kerajaan tidak bisa diganggu gugat. Tidak seorang pun bisa mengatur kedudukan raja.

Adik Sultan Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (GBPH) Hadiwinoto mengaku baru mendapat kabar Sabdatama ini sekitar pukul 06.00 WIB. Ia juga mengaku belum mengetahui jelas soal isi Sabdatama tersebut. Namun demikian Gusti Hadi membenarkan Sabdatama Sultan berkaitan dengan polemik pembahasan Raperdais.

Advertisement

“Saling menghargai, tidak ikut campur. Paugeran Kraton hak Kraton. Perdais hak pemerintah sama-sama harus menghargai,” kata Gusti Hadi saat ditanya isi dari Sabdatama seusai Sultan membacakan Sabdatama.

Parentah Hageng Kraton Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Yudhahadiningrat mengatakan, apa yang disampaikan Sultan sebagai peringatan agar semua pihak jangan berandai-andai (pengganti sultan).

“Masih menunggu, sabar, enggak usai berandai-andai. Pada saatnya nanti disampaikan Sultan,” kata Yudhahadiningrat.

Advertisement

Menurut Yudhahadiningrat, jabatan gubernur merupakan kewenangan pemerintah. Sementara urusan jabatan raja tidak boleh dicampuri dan paugeran tidak boleh diutak atik.

“Jangan ada interpretasi macam-macam yang membuat rakyat bertanya-tanya,” ujar pria yang biasa disapa Romo Nuryanto ini.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif