News
Minggu, 1 Maret 2015 - 02:30 WIB

UU DESA : Dana Rp1,4 Miliar Picu Korupsi di Desa

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi (www.ppdi.or.id)

UU Desa memberi amanat turunnya dana miliaran rupiah ke desa-desa. Jika manajemen buruk, dana itu malah memicu korupsi baru.

Solopos.com, JOGJA — Mengacu UU Desa No. 6/2014 tentang Desa, maka desa sebagai subjek pembangunan nasional mendapatkan sumber pendapatan desa juga mendapat jatah dari APBN. Realisasinya, pada April mendatang dana desa sebesar Rp250 juta akan turun untuk seluruh desa di Indonesia.

Advertisement

Di satu sisi, keputusan pemerintah tersebut menjadi angin segar bagi desa yang terpinggirkan karena konsentrasi pembangunan yang selama ini terpusat di kota. Namun pada sisi lain, dana desa dapat berpotensi memunculkan aksi korupsi.

Ketua Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin), Todung Mulya Lubis, mengatakan pasca dikeluarkannya UU Desa, ada kekhawatiran bahwa pemerintah desa juga bernasib sama dengan pemerintah daerah, provinsi, kabupaten/kota yang banyak tersandung korupsi.

“Desa akan menjadi sumber pundi-pundi politik. Politic is local,” kata Todung Mulya Lubis dalam seminar “Potensi Tindak Pidana Korupsi Dalam Implementasi Undang-Undang Desa” di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Sabtu (28/2/2015).

Advertisement

Ia melihat meski baru ada support dana melalui Anggaran Dana Desa (ADD) dari pemerintah kabupaten saja, wajah desa sudah diwarnai dengan kasus korupsi. Seperti kasus yang dilakukan Feri Hernando, kepala desa Kujang, Cikoneng, Ciamis. Lurah tersebut terbukti melakukan korupsi dana irigasi sebesar Rp95 juta pada 2009.
“Apalagi kalau Rp1,4 miliar dari pemerintah itu beneran cair,” ungkapnya.

Untuk itu, perlu adanya komitmen pemerintah dalam mencegah penyalahgunaan kekosongan hukum melihat saat ini hukum tentang pemerintah desa belum lengkap. Selain itu, peningkatan kualitas SDM melalui pelatihan dan pendidikan juga perlu dalam rangka peningkatan mutu pengelola keuangan desa.

Menambahkan, Ketua Paguyuban Pamong dan Lurah desa DIY, Bibit Rustamta, menjelaskan bahwa potensi masalah tidak berkutat pada korupsi saja melainkan ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan serius. Masalah pertama adalah lemahnya kinerja kepala desa dan perangkat desa.

Advertisement

Hal tersebut dimungkinkan terjadi karena mengacu pada pasal 66 di mana kepala desa dan perangkat desa akan mendapatkan penghasilan setiap bulan. Bagi perangkat desa yang tidak bijak menyikapinya, penghasilan bulanan tidak sebagai motivasi kerja namun sebagai hal utama yang diharapkan.

Kekhawatiran lainnya ialah kemampuan teknis yang tidak sesuai dengan tuntutan, disiplin kerja, dan keterbatasan pembuatan laporan pertanggungjawaban. Kekhawatiran itu tidak perlu terjadi ketika semua pihak memberikan apresiasi positif sesuai kapasitasnya masing-masing. “Bisa berupa pembinaan, pendampingan, dan pengawasan,” tegasnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif