Jogja
Minggu, 1 Maret 2015 - 20:20 WIB

Toleransi di Jogja Masih Perlu Ditingkatkan, Ini Alasannya

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - AKSI TOLERANSI BERAGAMA

Toleransi di Jogja masih perlu ditingkatkan karena sebagian pendatang dari luar daerah masih merasa diperlakukan berbeda

Harianjogja.com, JOGJA-Aktivis Papua yang tergabung dalam Ikatan Pelajar Mahasiswa Papua  di Jogja, Paskalena Daby, merasa masih ada tindakan diskriminasi di kota pelajar ini.

Advertisement

Hal itu diungkapkan di depan mahasiswa Universitas Islam  Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Sabtu (28/2/2015), bahwa dalam mencari tempat tinggal yang nyaman saja para pemilik indekos masih membatasi untuk mahasiswa asal Papua.

“Kami [mahasiswa Papua] cari kost saja susah. Awalnya bilang masih ada yang kosong tapi begitu tahu kami yang mau pakai, bilangnya penuh,” kata Lena saat menjadi pembicara dalam acara Dialog Kebangsaan “Menjaga Toleransi di Tengah Keberagaman Multikulturalisme Indonesia”.

Ia mengungkapkan bagaimana warga Jogja bisa menjaga toleransi kalau masih memperlakukan warga Papua secara diskriminatif seperti itu. “Kami butuh pihak yang memperhatikan kami,” kata dia.

Advertisement

Pihaknya sadar jika kondisi sosial ekonomi Jogja jauh lebih baik dibandingkan Papua. Misi anak Papua datang ke Jogja semata untuk mendapatkan pendidikan yang layak.

Hal itu dilakukan karena pendidikan, ekonomi, dan sarana prasarana di Papua masih sangat terbatas. Lain dengan Jogja yang mayoritas kebutuhan masyarakatnya terpenuhi.

“Tapi kenapa kami diperlakukan seperti ini. Kasus pembunuhan anak Papua di Jogja juga sepertinya tidak ada tindak lanjutnya sampai sekarang,” ungkap Lena saat melanjutkan pembicaraan dengan Harianjogja.com usai acara.

Advertisement

Ia menceritakan bahwa pada tahun 2014 lalu ada anak Papua yang harus meregang nyawa lantaran jadi korban pembacokan sekelompok orang tidak dikenal di titik nol km.

Namun hingga sekarang kasusnya tidak diusut secara tuntas. Begitu pula dengan kasus pembunuhan perempuan Papua beberapa tahun lalu yang kemudian jasadnya dibuang di rel kereta api.

“Saya berharap semoga melalui diskusi ini terbangun pemahaman untuk saling menghargai,” kata Lena.

Sementara pembicara lainnya dari Kanwil Kemenag DIY, Abd Su’ud dan salah satu budayawan Jogja, Jadul Maula, sepakat untuk terus menjaga toleransi antar masyarakat di manapun berada demi mewujudkan Jogja yang Bhineka Tunggal Ika.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif