Jogja
Jumat, 27 Februari 2015 - 14:40 WIB

KEISTIMEWAAN DIY : Bahas Raperdais, Pansus Undang 3 Pakar

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi

Keistimewaan DIY, untuk membahas Raperdais, Pansus akan mengundang tiga pakar dari berbagai latar belakang.

Harianjogja.com, JOGJA-Panitia khusus (Pansus) Rancangan Peraturan Daerah Keistimewaan (Raperdais) tentang Pengisian Jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur mengundang tiga pakar untuk memberikan pandangannya isi Raperdais termasuk soal pasal 3 yang menjadi perdebatan.

Advertisement

Ketiga pakar itu rencananya dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM) dan dua pakar dari Universitas Islam Indonesia (UII) dan Universitas Gadjah Mada (UGM). Ketiga pakar itu akan memberi pandangan pada Senin (2/3/2015) mendatang di kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DIY.

“Selasanya (3/3/2015) langsung dilaksanakan public hearing dengan elemen masyarakat. Silahkan datang dengan mendaftarkan diri dulu ke sekretariat dewan,” kata Ketua Pansus Slamet, Kamis (26/2/2015)

Slamet mengungkapkan pihaknya mendatangkan pakar dengan maksud agar pembahasan raperdais lebih komprehensif sehingga keputusan yang diambil Pansus nantinya dapat diterima oleh semua pihak.

Advertisement

“Kita berupaya menghindari voting [dalam mengambil keputusan,” ucap politikus Partai Golkar ini.

Pembahasan Pansus Raperdais ini memakan waktu lama karena ada pandangan yang berbeda di kalangan anggota Pansus terutama dalam Pasal 3 huruf N. Dalam pasal tersebut, sebagian anggota Pansus menginginkan agar kata-kata ‘Istri’ dihilangkan. Sementara sebagian lainnya tidak sepakat dengan penghilangan pasal tersebut.

Alasan yang tidak menyetujui penghilangan isi Pasal 3 Huruf N karena dinilai bertentangan dengan Undang-undang Keistimewaan (UUK)DIY Nomor 13/2012 Psal 18 ayat 1. Pasal itu berbunyi berbunyi calon gubernur harus mencantumkandaftar riwayat hidup yang meliputi pekerjaan, pendidikan, saudara kandung, anak dan istri.

Advertisement

Perdebatan Pasal 3 huruf N Raperdais ini tidak hanya terjadi di Fraksi-fraksi DPRD. Bahkan Internal Kraton Ngayogyakarta hadiningrat pun berbeda pandangan. Sultan Hamengku Buwono X dan putri sulungnya GKR Pembayun mengusulkan agar pasal 3 dihapuskan sampai kata-kata ‘Daftar Riwayat Hidup’ dengan anggapan agar tidak terkesan diskriminatif.

Sementara tiga adik sultan yaitu KGPH Hadiwinoto, GBPH Yudhaningrat dan GBPH Prabukusumo, kompak menolak penghapusan pasal karena dinilai melanggar aturan yang lebih tinggi yaitu UUK. “Harus menyesuaikan UUK. UUKnya kan sudah jelas,” kata GBPH Yudhaningrat, beberapa waktu lalu.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif