News
Kamis, 26 Februari 2015 - 18:30 WIB

PENERTIBAN NELAYAN : Nelayan Dilarang Pakai Pukat, Pemerintah Tak Beri Solusi

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Bisnis Indonesia/dok)

Penertiban nelayan dengan melarang penggunaan pukat hela dan tarik terus diprotes.

Solopos.com, BANDUNG — Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Jawa Barat meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengkaji kembali Peraturan Menteri (Permen) No. 2/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela dan Pukat Tarik di wilayah pengelolaan perikanan Indonesia.

Advertisement

Ketua HNSI Jawa Barat, Ono Surono, mengatakan seharusnya KKP mengkaji terlebih dulu sebelum menerbitkan aturan itu. Pasalnya, masih banyak nelayan tradisional menggunakan pukat hela dan tarik untuk menangkap ikan.

Dia menganggap pemerintah menerbitkan aturan tanpa alternatif solusi yang jelas sehingga banyak mendapatkan penolakan dari kalangan nelayan hingga saat ini. “Nelayan banyak yang menggunakan jenis alat tangkap tersebut karena murah dan produktif, baik yang memiliki kapal dengan ukuran kapal 1 GT – 5 GT maupun yang besar,” katanya kepada Bisnis/JIBI, Kamis (26/2/2015).

Advertisement

Dia menganggap pemerintah menerbitkan aturan tanpa alternatif solusi yang jelas sehingga banyak mendapatkan penolakan dari kalangan nelayan hingga saat ini. “Nelayan banyak yang menggunakan jenis alat tangkap tersebut karena murah dan produktif, baik yang memiliki kapal dengan ukuran kapal 1 GT – 5 GT maupun yang besar,” katanya kepada Bisnis/JIBI, Kamis (26/2/2015).

Dia mengaku mengerti alasan KKP melarang nelayan menggunakan pukat hela dan pukat tarik. Pukat bisa merusak lingkungan karena mata jaringnya yang kecil sehingga ikan- kecil tertangkap.

Apabila KKP akan mengelola sumber daya ikan yang lestari dengan melarang alat tangkap jenis ini mestinya dilakukan dengan berbagai tahapan. Pertama, sosialisasi tentang alat tangkap yang merusak dan dampaknya terhadap lingkungan.

Advertisement

“Setelah tahapan itu, KKP baru mengeluarkan aturan larangannya serta maksimalkan lembaga penelitian dan para ahli untuk menemukan teknologi penangkapan dengan pendekatan produktif, murah, dan ramah lingkungan,” ungkapnya.

Sementara itu, Presidium Serikat Nelayan Indonesia (SNI) Jabar Budi Laksana mengatakan pelarangan pukat itu jangan diberlakukan terlebih dulu pada nelayan tradisional. Dia beralasan saat ini nelayan tradisional belum mampu membeli alat tangkap dengan teknologi modern sehingga KKP harus mencari solusi alternatif.

Apabila alat tangkap pukat tidak diizinkan lagi maka para nelayan bingung. Pasalnya harus beralih ke alat tangkap lain yang sudah dipastikan membutuhkan modal besar.

Advertisement

Oleh karena itu, pihaknya meminta Menteri Susi untuk mencari alternatif alat tangkap yang bisa dipakai nelayan tradisional agar tidak merusak lingkungan. “Memang bagus Menteri Susi membuat aturan larangan ini dan harus konsisten dijalankan. Akan tetapi, Menteri Susi pun juga perlu ada alternatif atau kompensasi pemberiat alat tangkap modern ke nelayan,” katanya.

Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Barat terus berupaya menggenjot kemampuan nelayan di kawasan itu untuk berdaya saing saat pasar bebas Asean. Kepala Diskanlut Jabar Jafar Ismail mengakui produksi perikanan tangkap di kawasan itu masih rendah karena masih minimnya penggunaan alat teknologi untuk menangkap ikan.

“Saat pasar bebas Asean nelayan tradisional diharapkan mampu menguasai teknologi penangkapan ikan moder,” katanya.

Advertisement

Dia juga akan menggenjot kemitraan dari hulu hingga hilir. Dari mulai pengolah atau pemasar ikan, nelayan, koperasi perikanan, bank, BUMN serta dunia usaha swasta. Menurutnya, pemberdayaan nelayan yang akan diatur sesuai dengan semangat yang ada dalam instrumen internasional perlindungan nelayan skala kecil.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif