News
Rabu, 25 Februari 2015 - 16:30 WIB

EKSPOR JATIM : Fantastis! Ekspor Jatim ke Swiss Meroket 36.000%, Ini yang Dijual

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Calon pembeli melihat koleksi batu mulia saat berlangsung pameran batu mulia Indonesia Gems Lover Expo 2013 di XT Square, Jalan Veteran, Jogja, Kamis (5/12/2013). Pameran yang berlangsung hingga 8 Desember tersebut untuk mengakomodasi pecinta batu mulia dari berbagai daerah.(Harian Jogja/Gigih M. Hanafi/JIBI)

Ekspor Jatim ke Swiss naik sangat fantastis. Hanya dalam setahun terakhir, kenaikannya mencapai 36.00%! Jual apa?

Solopos.com, SURABAYA — Provinsi Jawa Timur makin tergantung pada ekspor produk kreatif ke pasar-pasar nontradisional, seiring dengan makin banyaknya jaringan dan simpul (hub) perdagangan Indonesia di Asia dan Eropa. Ke Swiss dan Taiwan saja, diluar dugaan melejit ribuan persen!

Advertisement

Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim, memang menyoroti tren baru ekspor, yang di luar dugaan semakin ditopang oleh penjualan produk ekonomi kreatif. Dari total ekspor ke Swiss senilai US$0,20 miliar pada Januari, 99% di antaranya (US$0,19) merupakan permata.

Pada Januari 2014, total ekspor Jatim ke Swiss hanya US$544 saja, alias bahkan tidak sampai US$1.000. Namun, tepat setahun kemudian, nilainya meroket menjadi US$200 juta, naik 36.000%.

Advertisement

Pada Januari 2014, total ekspor Jatim ke Swiss hanya US$544 saja, alias bahkan tidak sampai US$1.000. Namun, tepat setahun kemudian, nilainya meroket menjadi US$200 juta, naik 36.000%.

Ekspor ke Taiwan juga didominasi oleh produk perhiasan seharga US$0,20 miliar dari total ekspor ke kawasan tersebut senilai US$0,22 miliar. Taiwan dan Swiss masing-masing menduduki peringkat kedua dan ketiga setelah Jepang sebagai tujuan utama ekspor Jatim.

Sementara itu, AS yang biasanya menduduki posisi kedua sebagai pasar ekspor Jatim, terjun ke posisi keempat. Kepala Bidang Statistik Distribusi BPS Jatim, Satriyo Wibowo, menjelaskan ekspor udang dan ikan ke AS anjlok drastis menjadi hanya US$34 juta.

Advertisement

Tendensi tersebut terdeteksi dari data negara tujuan ekspor nonmigas Jatim awal tahun ini, yang didominasi oleh mitra dagang nonpopuler seperti Swiss dan Taiwan. Kedua pasar itu masuk ke dalam jajaran tiga besar tujuan ekspor Jatim untuk pertama kalinya dalam sejarah.

Produk yang paling banyak dijual ke pasar nontradisional adalah perhiasan dan permata. Hal itu kontras dengan tren kinerja ekspor Jatim selama ini yang didominasi barang manufaktur dan komoditas alam ke pasar tradisional seperti China, Amerika Serikat, dan Jepang.

Ketua Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Jatim Isdarmawan menjelaskan tren baru ekspor Jatim itu dipengaruhi oleh semakin banyaknya hub bentukan pemerintah di luar negeri. Indonesia pun dijadikan referensi baru bagi impor produk kreatif negara lain.

Advertisement

“Ekspor permata dan perhiasan Jawa Timur tahun ini meningkat sangat tajam, karena dia tergolong produk ekonomi kreatif dengan keunggulan mode dan desain yang tidak kalah dari negara Eropa dan lainnya,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (24/2).

Terkait pecahnya rekor Swiss dan Taiwan sebagai negara tujuan ekspor utama Jatim, dia mengungkapkan Swiss telah resmi menjadi pintu masuk produk Jatim ke negara Uni Eropa lainnya. Sementara itu, Taiwan juga telah memiliki hubungan hub culture dengan RI.

Dominasi pasar nontradisional sebagai tujuan ekspor memiliki kecenderungan tidak dapat berkelanjutan (sustainable) karena biasanya ditopang oleh produk nonunggulan dan pola pembeliannya cenderung bersifat musiman.

Advertisement

Namun, para eksportir mengaku optimistis moncernya kinerja ekspor produk kreatif ke mitra dagang baru akan lestari. “Kami yakin bisa sustain, dengan catatan kita harus terus ikuti tren mode pasar dan agresif promosi. Ini perlu dukungan total dari pemerintah.”

Nyaris Surplus

Awal tahun ini, Jatim sebenarnya nyaris membuahkan surplus berkat topangan ekspor senilai total US$1,79 miliar, menguat 15,34% dari bulan sebelumnya. Impor, di sisi lain, melemah 8,42% menjadi US$1,80 miliar pada periode yang sama.

Menanggapi capaian tersebut, Satriyo menjelaskan provinsi beribukota Surabaya itu memang sulit menorehkan surplus meski ekspornya terus menguat. Pasalnya, Jatim adalah gerbang impor tumpuan Indonesia Timur.

“Masalahnya, impor itu memang bukan hanya untuk Jatim. Sebenarnya impor Jatim itu besar, bukan murni untuk konsumsi di sini. Barang yang diimpor di Jatim, masuknya lewat Tanjung Perak, untuk Indonesia Timur dan Jawa Tengah,” tutur Satriyo Wibowo.

Dia menyebut provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur dan Barat, Jateng, dan DI Yogyakarta kerap mengandalkan Pelabuhan Tanjung Perak sebagai akses masuk barang impor. Hal itu yang menyebabkan impor Jatim selalu membengkak, meski ekspornya makin menguat.

Bagaimanapun, dia menekankan defisit neraca perdagangan Jatim sudah semakin menipis. Impor pada Januari—baik migas maupun nonmigas—mampu direm berkat reli penurunan harga minyak dunia pada bulan tersebut.

“Impor minyak Jatim cukup tinggi dan penurunan harga minyak dunia pada Januari kemarin cukup tajam, sehingga menguntungkan Jatim. Jadi, walaupun volume [impornya] tidak berubah, tapi secara nilai impor Jatim turun cukup dalam,” sambung Satriyo.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif