News
Senin, 2 Februari 2015 - 05:40 WIB

KPK VS POLRI : Alumni Pers Mahasiswa Tuntut Parpol Tahan Diri

Redaksi Solopos.com  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Komjen Pol. Budi Gunawan di DPR. (JIBI/Solopos/Antara/Wahyu Putro A.)

KPK vs Polri memicu reaksi alumni pers mahasiswa Indonesia menuntut partai politik menahan diri dalam persoalan yang mengancam bangsa itu.

Solopos.com, SOLO — Perseteruan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) vs Polri dikhawatirkan menyebabkan pekerjaan penegakan hukum oleh KPK maupun kepolisian terlantar karena kedua intitusi itu sibuk saling serang. Para mantan aktivis pers mahasiswa yang tergabung dalam Forum Alumni Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) pun angkat bicara mendesak partai politik menahan diri.

Advertisement

Forum Alumni Aktivis PPMI adalah lembaga yang didirikan Sabtu (24/1/2015) pekan lalu, oleh para mantan aktivis pers mahasiswa dari seluruh Indonesia. Bukan tanpa alasan alumni aktivis pers mahasiswa itu mengaitkan partai politik dalam perseteruan KPK vs Polri. Penunjukan Komjen Pol Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri oleh Presiden Joko Widodo yang menuai polemik dan konflik dianggap sebagai pangkal masalah.

“Masyarakat tidak sepakat karena menganggap Budi Gunawan bukan polisi bersih, memiliki aliran rekening jumbo yang belum jelas asal muasalnya. Meski telah menyandang status tersangka, toh,pelantikan Budi Gunawan sebagai Kapolri tidak dibatalkan. Salah satu alasan karena telah mendapat persetujuan dari DPR,” papar Ketua Presidium Forum Alumni PPMI Agung Sedayu dalam siaran pers yang diterima Solopos.com di Solo, Minggu (1/2/2015).

Di sisi lain, lanjutnya, langkah KPK menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka pada saat menjelang penunjukkannya sebagai calon tunggal Kapolri baru menimbulkan kesan terlalu politis. Akibatnya, lanjut Agung Sedayu, muncul berbagai serangan ke KPK.

Advertisement

Diingatkannya, perseteruan KPK melawan kepolisian sebelumnya pernah terjadi hingga muncul idiom “Cicak vs Buaya” pada 2009. Perseteruan kala itu juga tanpa penyelesaian yang kongkrit. “Justru yang terasa adalah ekses negatifnya, banyak pekerjaan penegakan hukum oleh KPK maupun kepolisian terlantar karena kedua intitusi itu sibuk saling serang,” papar Agung Sedayu.

Kondisi itu, sambungnya, kini terulang lagi. Bahkan eskalasinya dinilai lebih besar dan melibatkan lebih banyak kepentingan. Sebagian kalangan menuding langkah Presiden Jokowi tetap mempertahankan posisi Komjen Budi Gunawan sebagai calon Kapolri adalah intervensi Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan) Megawati Soekarnoputri. Alhasil, presiden terseret dalam kumparan arus pertikaian itu.

Pertaruhkan Legitimasi Presiden
Dampaknya menurut Agung Sedayu, luar biasa. Sampai-sampai, kata dia, wibawa dan legitimasi presiden pun menjadi taruhan. Bila gagal mengatasi persoalan ini, menurutnya, kepercayaan rakyat akan tergerus. Presiden tidak hanya dianggap tak bisa mengendalikan KPK dan kepolisian, tapi juga sebagai presiden boneka partai politik pengusungnya.

Advertisement

Atas petimbangan itulah, kata Agung Sedayu, Forum Alumni PPMI mengemukakan tiga tuntutan. Selain meminta Parpol menahan diri dan menyerahkan penyelesaian kasus KPK vs Polri kepada presiden, PPMI juga menyatakan dukungan kepada pemerintah untuk memastikan KPK dan Polri diisi figur yang bersih.

Ketiga, meminta Komisi Yudisial mengawasi hakim sidang praperadilan KPK dan Kapolri—dalam hal ini Budi Gunawan. Sekaligus meminta hakim praperadilan mengambil keputusan secara objektif dan independen tanpa ada intervensi politik,” lanjut dia.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif