Soloraya
Kamis, 29 Januari 2015 - 04:10 WIB

PILKADES SRAGEN : Aturan Baru Pilkades Dinilai Rentan Picu Konflik

Redaksi Solopos.com  /  Septina Arifiani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi pemilihan kepala desa (pilkades). (JIBI/Harian Jogja/dok)

Pilkades Sragen yang akan dilaksanakam secara serentak di 13 desa dinilai sangat rawan terjadi konflik.

Solopos.com, SRAGEN — Pemilihan kepala desa (pilkades) serentak di 13 desa di Kabupaten Sragen pada 2015 ini dinilai sangat rawan terjadi gesekan atau konflik horizontal.

Advertisement

Hal itu karena adanya beberapa perubahan peraturan pilkades berdasarkan Permendagri No. 112/2014 tentang Pilkades. Informasi yang dihimpun Solopos.com, Pasal 10 ayat (2) huruf d Permendagri tersebut mengatur calon pemilih harus berdomisili di desa setidaknya enam bulan sebelum daftar pemilih sementara (DPS) disahkan.

Aturan tersebut tidak ada dalam ketentuan penyelenggaraan pilkades sebelumnya. Kepala Subbagian (Kasubbag) Pemerintahan Desa (Pemdes) Bagian Pemerintahan dan Pertanahan Setda Sragen, Sumanto, menjelaskan aturan itu dibuat untuk mengantisipasi strategi para calon kades meraih dukungan suara dengan membiayai pemulangan para perantau agar bisa menggunakan hak pilih mereka. “Selama ini kan seperti itu,” tutur dia kepada Solopos.com, Rabu (28/1/2015).

Aturan lain dalam Permendagri yang dinilai rawan memicu konflik yaitu pembatasan jumlah calon kades. Jumlah calon kades dibatasi maksimal lima orang dan bila terdapat lebih dari lima calon, panitia pilkades harus menyeleksi mereka.

Advertisement

Sementara bila ada lebih dari satu calon yang mendapat suara terbanyak, menurut Sumanto, kades terpilih ditentukan berdasar asal tempat tinggal dengan suara terbanyak. Wakil Ketua DPRD Sragen, Haryanto, saat ditemui Solopos.com di ruang kerjanya, Rabu (28/1/2015), mengakui banyak aturan baru yang tertuang dalam Permendagri tentang Pilkades. Aturan-aturan tersebut perlu segera disosialisasikan.

Namun, Pemkab harus membuat peraturan daerah (perda) dan peraturan bupati (perbup) terlebih dahulu sebagai turunan dari Permendagri. “Sosialisasi bisa dilakukan bila sudah ada perda dan perbup,” tutur dia.

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut menilai aturan baru dalam Permendagri berpotensi memicu konflik horizontal. Karenanya harus dipertegas dan diperjelas dalam perda dan perbup.

Advertisement

Terpisah, Sekretaris Daerah (Sekda) Sragen, Tatag Prabawanto, saat ditemui wartawan, mengaku masih menelaah substansi Permendagri tentang Pilkades. Menurut dia, peraturan tersebut bisa langsung diturunkan menjadi perbup.

Diberitakan sebelumnya, tahun ini ada 13 desa yang akan menggelar pilkades secara serentak. Sebanyak 11 desa di antaranya saat ini telah mengalami kekosongan jabatan kades sedangkan dua desa lainnya masa jabatan kadesnya segera berakhir.

Desa yang masa jabatan kadesnya telah berakhir diampu pejabat sementara (pjs) kades. Pjs kades harus berstatus pegawai negeri sipil (PNS), bisa di lingkungan pemerintah desa setelah atau dari pemerintah kecamatan.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif