News
Rabu, 28 Januari 2015 - 17:30 WIB

HUKUMAN MATI : Butuh Rp200 Juta/orang, Kejakgung Siapkan Eksekusi Mati Kedua

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi eksekusi mati (JIBI/Solopos/Dok.)

Hukuman mati terhadap terpidana mati kasus narkoba segera dilanjutkan meskipun biayanya tak sedikit.

Solopos.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejakgung) menyiapkan eksekusi terhadap terpidana mati gelombang lanjutan untuk memperkuat efek jera kepada publik atas pelanggaran hukum di Tanah Air.

Advertisement

Jaksa Agung, HM Prasetyo, mengatakan saat ini Kejakgung sedang mematangkan waktu dan tempat eksekusi untuk 131 terpidana mati yang mayoritas merupakan bagian dari gembong narkoba dunia. “Kami sedang mencari waktu dan tempat yang tepat untuk eksekusi berikutnya,” katanya saat rapat kerja dengan Komisi III DPR, Rabu (28/1/2015).

Dengan melanjutkan eksekusi mati terpidana mati, jelasnya, pemerintah berharap ada efek jera yang muncul ke publik. “Jadi jangan main-main dengan hukum di Indonesia. Apalagi dengan narkoba. Komitmen kita juga sudah bulat,” katanya.

Advertisement

Dengan melanjutkan eksekusi mati terpidana mati, jelasnya, pemerintah berharap ada efek jera yang muncul ke publik. “Jadi jangan main-main dengan hukum di Indonesia. Apalagi dengan narkoba. Komitmen kita juga sudah bulat,” katanya.

Saat ini, paparnya, alternatif tempat ada di kawasan Nusa Kambangan, Cilacap, Jawa Tengah. Tapi tidak di lembaga pemasyarakan, karena tempatnya tidak terlalu steril. “Mungkin di sebelah Nusa Kambangan,” kata mantan politikus Partai Nasdem yang pernah menjabat sebagai anggota Komisi III DPR periode lalu.

Adapun untuk waktu eksekusi, paparnya, kejaksaan masih menunggu hasil evaluasi yang dilakukan atas eksekusi mati gelombang pertama pada Minggu (18/1/2015) lalu. “Setelah evaluasi gelombang pertama tuntas, baru kemudian mematangkan gelombang selanjutnya.”

Advertisement

Atas penyataan Prasetyo, mencuat sejumlah nama yang akan dieksekusi antara lain anggota kelompok Bali Nine, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, setelah permohonan peninjauan kembali ditolak. Tapi, Prasetyo tetap tidak mau mengungkapkan.

Dalam rapat, Putu Sudiartana, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Demokrat, meminta agar dieksekusi Bali Nine jangan di Bali karena bisa memunculkan gangguan psikologis bagi wisatawan yang saat ini dan yang akan datang ke Bali.

“Hukum saja mereka, tapi jangan di Bali. Kita sudah menyatakan perang terhadap narkoba. Tapi, Bali sudah menjadi destinasi wisata yang dikunjungi oleh seluruh warga negara asing. Banyak juga yang sudah tinggal di sana,” katanya.

Advertisement

Mahal
Sementara itu, Abu Bakar Al Habsy, anggota Komisi III lainnya, meminta kepada Prasetyo untuk segera meneksekusi seluruh terpidana mati. “Ini perang. Jika terlalu lama, efek jera yang menjadi sasaran utama akan hilang. Untuk kedepan, setelah keputusan mempunyai hukum tetap, dan proses hukum lanjutannya selesai, hukuman mati harus segera dilaksanakan.

HM Prasetyo, menyatakan anggaran untuk setiap terpidana mati yang telah dieksekusi mati adalah sebesar Rp200 juta per orang. Hal itu dipaparkan Prasetyo dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu.

“Dana itu termasuk seluruh kebutuhan yang dibutuhkan sejak persiapan sampai pelaksanaan,” kata dia. Jaksa Agung menjelaskan bahwa LP Nusa Kambangan dianggap sebagai tempat yang paling aman, namun biaya transportasinya mahal.

Advertisement

Untuk dua orang narapidana mati dikirim ke Nusa Kambangan menghabiskan dana Rp100 juta. “Uangnya dari kami, yang melaksanakan BNN. Kami hanya punya Rp70 juta dan akhirnya BNN menerima dan membawa keduanya ke Nusa Kambangan,” kata dia.

Dikatakan Prasetyo, semula dua dari enam terpidana yang dieksekusi 18 Januari lalu ingin dieksekusi di Kepulauan Seribu. Akan tetapi biaya yang dibutuhkan melebihi anggaran yang telah ditetapkan. “Ternyata anggarannya Rp258 juta, lebih dari anggaran yang ada,” ungkapnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif