News
Minggu, 25 Januari 2015 - 13:30 WIB

KPK VS POLRI : Perang Barbar Presiden, Polri, dan KPK

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto saat dibebaskan Bareskrim dari penahanan setelah permohonan penangguhan penahannya dikabulkan Mabes Polri. (Rahmatullah/JIBI/Bisnis)

KPK vs Polri dinilai sebagai bentuk perang barbar yang terjadi antarinstusi penegak hukum.

Solopos.com, DENPASAR — Penasihat hukum Indonesia Police Watch (IPW), Jonson Pandjaitan, mengungkapkan bahwa penangkapan terhadap Bambang Widjojanto (BW) oleh Bareskrim Mabes Polri memperlihatkan perang barbar antar instansi penegak hukum di Indonesia.

Advertisement

“Ada tiga institusi yang saat ini sedang perang barbar, yakni Presiden, Polri, dan KPK. Publik Indonesia sudah tahu semuanya dan ini memalukan,” ujarnya kepada media setelah acara pelantikan pengurus Asosiasi Advokat Indonesia di Sanur, Sabtu (24/1/2015).

Dia menambahkan, ada upaya untuk saling lobi diantara ketiga kubu tersebut dengan cara diplomasi. Polri, KPK, dan Presiden Jokowi bertemu di Istana, namun hasilnya sebenarnya nihil. Kemudian masing-masing lembaga saling menjaga citra yang membuatnya beda tipis dengan munafik.

Ada banyak media yang memberitakan isi pertemuan yang sebenarnya, di mana Presiden Jokowi marah-marah baik terhadap KPK maupun terhadap Polri. Namun saat berbicara ke publik, ketiganya tampak kompak.

Advertisement

Menurut Jonson Pandjaitan, kasus Bambang Widjojanto merupakan imbas dari politik pemilihan terhadap Kapolri Budi Gunawan. Hal itu mengarah pada problem etika antarlembaga negara. Namun yang perlu diketahui adalah Presiden terlibat penuh menurut UU dalam pemilihan Kapolri setelah Kompolnas dan Polri.

“Solusinya adalah Jokowi harus turun tangan dan bukan hanya sekedar marah-marah dan pidato. Presiden juga harus mempertegas MOU yang pernah terjadi antara Polri dan KPK dalam pemberantasan korupsi,” imbuhnya.

Presiden harus proaktif membangun komunikasi dan saling pengertian di antara kedua lembaga tersebut sambil belajar dari kasus-kasus sebelumnya dan bagaimana penyelesaiannya.

Advertisement

“Jika tidak, kedua institusi tersebut akan saling perang terbuka, saling kunci mengunci kasus, dan saling sikut-sikutan di lapangan. Hal tersebut cukup berbahaya,” lanjutnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif