News
Sabtu, 24 Januari 2015 - 19:45 WIB

RUMAH KACA ABRAHAM SAMAD : Sawito Kartowibowo, Gembong "Kudeta Spiritual" Orde Baru Kembali Mencuat

Redaksi Solopos.com  /  Jafar Sodiq Assegaf  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Sawito dalam foto yang didokumentasi blog Santijehannanda (santijehannanda.files.wordpress.com)

Rumah kaca Abraham Samad jadi salah satu yang memanaskan KPK vs PDIP. Tulisan yang diunggah di Kompasiana ini mengatasnamakan gembong “kudeta spiritual” tahun 1976, Sawito Kartowibowo.

Solopos.com, JAKARTA – Heboh artikel Rumah Kaca Abraham Samad memanaskan panggung politik Tanah Air. Selain mengusik kembali kisah KPK vs Polri, tulisan ini membuka babak baru KPK vs PDIP.

Advertisement

Artikel ini bukan cuma disoroti perihal isinya saja. Penulis yang menggunakan nama samaran Sawito Kartowibowo juga menjadi perhatian khusus.

Generasi sekarang barangkali tak banyak yang mengenal sosok Sawito Kartowibowo. Namanya lebih sering menghiasi headline surat kabar di era 1970-an.

Di era Presiden Soeharto, Sawito dikenal sebagai sosok kontroversial yang berani menyentuh jantung kekuasaan Orde Baru.

Advertisement

Kudeta Spiritual

Sawito dikenal dengan pergerakan “kudeta spiritual”. Uniknya, kudeta spiritual yang dilakukan Sawito ini berujung pada pengadilan dunia. Sawito dianggap merencanakan penggulingan pemerintah secara inkonstitusional, atau dalam istilah Orde Baru dikenal dengan “Subversif”.

Peristiwa ini cukup heboh karena “Gerakan Sawito” melibatkan tokoh-tokoh kaliber nasional seperti mantan wapres pertama RI Muhammad Hatta, Buya Hamka, Mr. Iskak Tjokrohadisurjo, Kardinal Darmojuwono, Dr. T.B. Simatupang, hingga mantan kapolri pertama yang juga bekas pegiat gerakan mason Indonesia Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo.

Dalam buku Dynamic of Dissent in Indonesia karya David Bourchier yang diterbitkan tahun 1984 menyebutkan Sawito Kartowibowo awalnya hanya seorang pegawai Departemen Pertanian di Bogor.

Advertisement

Sawito sempat menghebohkan dunia politik Indonesia karena pada 1976 menyampaikan wangsit yang diterimanya secara gaib tentang kehidupan politik negara perlu diperbaiki.

Sawito lantas mendekati sejumlah tokoh penting di dunia politik maupun agama, seperti Mohammad Hatta, Hamka (Ketua MUI), Kardinal Yustinus Darmoyuwono (Ketua MAWI), T.B. Simatupang (Ketua PGI), R.S. Soekanto Tjokrodiatmodjo, mantan Kapolri pertama Indonesia yang juga adalah mertua Sawito sendiri.

Sawito meminta dukungan mereka dengan menandatangani lima pernyataan yang telah dipersiapkannya terlebih dulu. Sementara semua tokoh itu hanya menandatangani satu pernyataan, Bung Hatta menandatangani tiga di antaranya.

Profil Sawito

Advertisement

Menurut catatan Wikipedia seperti dikutip Solopos.com, Sabtu (24/1/2015), Sawito mengaku mendapatkan wangsit setelah bermeditasi di Gunung Muria.

Konon, menurut wangsit yang diterimanya, Sawito mendapat mandat untuk menyampaikan pesan kepada Presiden Soeharto, agar menyerahkan kekuasaannya secara damai kepada Bung Hatta, demi menyelamatkan Indonesia.

Karena hal ini, Sawito lalu dianggap melakukan gerakan politik untuk menggoyahkan kepemimpinan Presiden Soeharto.

Dia dinilai berniat menggulingkan Soeharto dari kekuasaannya pada waktu itu. Lantas Sawito dikenai tuduhan subversif. Akibatnya, Sawito diajukan ke pengadilan dan dijatuhi hukuman penjara 8 tahun.

Advertisement

Dalam kasus ini Sawito dibela oleh pengacara terkenal Yap Thiam Hien, Abdul Rachman Saleh (yang belakangan menjadi jaksa agung), dan beberapa pengacara lainnya.

Kasus Fenomenal

Kasus Sawito membangkitkan banyak pertanyaan. Banyak orang yang mempertanyakan, bagaimana mungkin para tokoh nasional dan pemimpin agama itu mendukung Sawito? Apakah mereka sedemikian naifnya sehingga mempercayai pernyataan Sawito tentang wangsitnya itu?

Buku Dynamics of Dissent in Indonesia: Sawito and the Phantom Coup oleh David Bourchier (google/e-book)

Menurut orang-orang yang dekat dengan Bung Hatta, Bapak Bangsa dan Proklamator itu kabarnya merasa tertipu oleh Sawito.

Begitu pula para penandatangan yang lainnya sehingga mereka kemudian mengeluarkan pernyataan yang isinya mencabut tanda tangan mereka.

Advertisement

Sebagian orang lagi bertanya-tanya, benarkah Sawito, seseorang yang tak pernah dikenal sebelum kasus ini mencuat, bertindak sendiri dan menghubungi orang-orang penting tersebut? Semua pertanyaan ini tidak pernah terungkap dengan tuntas.

Peristiwa Sawito memang terbilang fenomenal. Beberapa buku telah diterbitkan khusus untuk membahas kasusnya.

Di antara yang paling populer adalah Sawito: Ratu Adil, Guruji, Tertuduh karya Sumi Narto yang terbit tahun 1978 dan Sawito: Siapa, Mengapa dan Bagaimana karya Titania  yang terbit di Solo, 1978).

Seorang penulis asing bernama David Bourchier bahkan membuat kajian tersendiri mengenai kasus Sawito yang diterbitkannya dalam buku berjudul Dynamics of Dissent in Indonesia: Sawito and the Phantom Coup yang sudah dicetak ulang pada tahun 2010.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif