News
Minggu, 18 Januari 2015 - 16:30 WIB

HARGA BBM : BBM Tetap Rp6.500-an Meski Harga Minyak Dunia Anjlok, Ini Sebabnya

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi SPBU (Dok/JIBI/Solopos)

Harga BBM akan tetap di kisaran Rp6.500 per liter meskipun harga minyak dunia terus anjlok.

Solopos.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan menahan harga bahan bakar minyak (BBM) pada batas bawah Rp6.500 per liter tidak peduli berapa pun harga minyak dunia jatuh.

Advertisement

Menteri ESDM, Sudirman Said, mengatakan setelah penurunan harga Jumat lalu, pemerintah tidak akan terus-menerus menurunkan harga BBM kendati harga minyak dunia akan terus merosot. Artinya, pemerintah berencana menjual BBM di atas harga keekonomian.

“Dalam pandangan kita, harga begini [terus menurun] akan bertahan hingga setahun ke depan dan bahkan tidak akan kembali sampai 100, kami mengantisipasi begitu turun kita nabung,” katanya dalam konferensi pers di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta, Jumat (16/1/2014).

Advertisement

“Dalam pandangan kita, harga begini [terus menurun] akan bertahan hingga setahun ke depan dan bahkan tidak akan kembali sampai 100, kami mengantisipasi begitu turun kita nabung,” katanya dalam konferensi pers di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta, Jumat (16/1/2014).

Dia beralasan masyarakat telah terbiasa membeli BBM dengan harga Rp6.500 per liter karena harga tersebut merupakan harga sebelum dinaikkan pada 18 November lalu. Karena itu, menurutnya, harga Rp6.500 per liter akan menjadi batas bawah yang tepat.

Dikonfirmasi apakah menjual harga BBM di atas harga keekonomian melanggar konstitusi, Sudirman menjawab kebijakan tersebut tidak melanggar konstitusi. Sebab, keuntungan yang diambil pemerintah akan digunakan untuk menambah tangki penyimpanan (storage) sehingga cadangan nasional meningkat dari 18 hari menjadi 30 hari.

Advertisement

Sudirman Said juga menampik bahwa kebijakan menjual harga BBM di atas harga keekonomian berarti masyarakat menyubsidi negara. Dia berasalan masyarakat tidak menyubsidi negara karena selisih yang dibayarkan masyarakat digunakan untuk kepentingan rakyat.

Lebih jauh, dia mengungkapkan kebijakan tersebut seiring dengan rekomendasi Dewan Energi Nasional (DEN) yang menganggap penambahan storage harus segera dilakukan di tengah merosotnya harga minyak dunia.

Sayangnya, mantan Direktur Utama PT Pindad (Persero) tersebut belum bisa menjelaskan peta jalan penambahan storage yang dibiayai keuntungan dari penjualan BBM. “Dalam tiga minggu akan dikembangkan, kami minta DEN untuk melakukan studi,” jelasnya.

Advertisement

Terkait investasi, setiap penambahan stok operasional satu hari membutuhkan biaya Rp1,2 triliun atau membutuhkan Rp26,4 triliun untuk menaikkan dari 18 hari menjadi 30 hari.

Lebih jauh, dia mengungkapkan saat ini PT Pertamina (Persero) tengah mencari tangki penyimpanan milik badan usaha milik negara (BUMN) yang menganggur agar difungsikan untuk menyimpan cadangan nasional. Selain itu, saat ini Pertamina juga memiliki proyek peningkatan terminal penyimpanan di Tanjung Uban, Batam.

Di sisi lain, menurut Sudirman Said, pemerintah belum memikirkan kebijakan harga BBM jika harga minyak melonjak naik atau kembali seperti dulu pada kisaran US$100 per barel. “Belum sampai pikiran sejauh itu [untuk memberikan subsidi lagi],” tegasnya.

Advertisement

Sementara itu, Direktur Pemasaran Pertamina, Ahmad Bambang, membenarkan perseroan berencana menambah kapasitas timbun dengan bekerja sama dengan berbagai pihak yang memiliki fasilitas storage, baik BUMN maupun swasta. Perusahaan pelat merah itu menargetkan untuk meningkatkan kapasitas timbun sebesar 3,2 juta kiloliter dalam lima tahun. Sementara saat ini, fasilitas tangki yang dimiliki perseroan hanya 2,8 juta kiloliter.

Dia menjelaskan perusahaan tidak akan menanggung seluruh investasi tersebut. Pertamina akan mengajak swasta untuk bekerja sama. Khusus investasi internal, Ahmad menyampaikan akan mengeluarkan dana US$1 hingga US$2 miliar untuk tangki berkapasitas total 2,5 juta kiloliter.

Di sisi lain, Ahmad menyatakan kondisi harga minyak yang merosot memaksa perusahaan minyak dan gas untuk memotongan belanja modal serta efisiensi belanja operasional. Dalam rangka efisiensi, ungkapnya, seharusnya Pertamina menekan jumlah inventory. Namun sebaliknya, pemerintah memandang anjloknya harga minyak sebagai peluang untuk meningkatkan cadangan energi.

“Kami mendukung keinginan pemerintah untuk meningkatkan ketahanan energi sepanjang pemerintah juga membantu Pertamina dalam menanggung inventory stock [biaya penyimpanan],” tegasnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif