News
Sabtu, 10 Januari 2015 - 11:15 WIB

INDUSTRI MEBEL SOLORAYA : Deklarasi Ekspor Tak Berlaku di UE & Australia, Pengusaha Mebel Rugi Miliaran Rupiah

Redaksi Solopos.com  /  Rohmah Ermawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pekerja sedang menyelesaikan penggarapan mebel di kawasan industri mebel Kalijambe, Sragen, beberapa waktu lalu. (JIBI/SOLOPOS/Sunaryo Haryo Bayu)

Industri mebel Soloraya kembali diterpa persoalan. Pengusaha mebel Soloraya dipastikan mengalami kerugian hingga miliar rupiah akibat tidak bisa mengekspor produknya.

Solopos.com, SOLO – Pengusaha mebel Soloraya dipastikan mengalami kerugian hingga miliar rupiah akibat tidak bisa mengekspor produknya.

Advertisement

Hal tersebut merupakan dampak dari tidak berlakunya deklarasi ekspor (DE) di Uni Eropa (UE) dan Australia.

DE merupakan dokumen yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan (Kemendag) supaya pengusaha yang belum memiliki Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK) tetap bisa melakukan ekspor ke kedua wilayah tersebut.

Advertisement

DE merupakan dokumen yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan (Kemendag) supaya pengusaha yang belum memiliki Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK) tetap bisa melakukan ekspor ke kedua wilayah tersebut.

Menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Mebel Indonesia (Asmindo) Soloraya, Yanti Rukmana, DE hanya bisa membuat produk mebel lolos verifikasi dokumen di bagian bea dan cukai Tanah Air. Namun dia menyampaikan dokumen tersebut tidak bisa digunakan di negara tujuan. Hal ini karena UE dan Australia mensyaratkan dokumen SVLK.

“Dari sekitar 180 anggota Asmindo Soloraya, masih ada 70% [216 pengusaha mebel] yang belum memiliki SVLK. Oleh karena itu, dengan tidak berlakunya DE di UE dan Australia membuat anggota rugi miliar rupiah karena ekspor mandek,” ungkap Yanti saat ditemui wartawan di Sekretariat Asmindo Soloraya, Jumat (9/1/2015).

Advertisement

Namun setelah sosialisasi yang dilakukan KHL dan Kemendag pada Kamis (8/1/2015), ternyata DE tidak menjamin pengusaha yang belum ber-SVLK bisa melakukan ekspor. Padahal saat ini pengusaha sudah siap mengirim produknya ke luar negeri.

Menurut dia, dari empat pengusaha mebel, ada 18,5 kontainer yang tidak bisa dikirim dengan nilai sekitar Rp4,6 miliar. Jumlah tersebut dipastikan akan terus bertambah.

Apalagi beberapa pengusaha saat ini masih ada yang membuat mebel dan melayani pesanan tambahan. Dia mengatakan ada SVLK sementara yang pengecekan dilakukan di lokasi tapi biayanya sangat mahal.

Advertisement

Yanti mengatakan tingginya kerugian pengusaha akibat tidak bisa ekspor ke UE dan Australia karena 80% tujuan ekspor adalah ke kedua wilayah tersebut.

Menurut dia, pengusaha atau perusahaan yang berasal dari dua wilayah tersebut tidak mempermasalahkan dokumen SVLK. Hal ini karena kerja sama yang mewajibkan mebel ber-SVLK dilakukan secara government to government (G to G).

Oleh karena itu, pihaknya berharap pemerintah bisa melakukan lobi ke UE dan Australia supaya DE juga bisa diberlakukan di negara tersebut.

Advertisement

“Kalau seperti ini, target ekspor mebel senilai 5 miliar USD hingga lima tahun ke depan tidak akan bisa tercapai dan semakin membuat pengusaha semakin sulit,” ujarnya.

Menyikapi tidak berfungsinya DE di negara tujuan, Asmindo Soloraya melakukan aksi protes dengan memesan karangan bunga yang bertuliskan turut berduka cita kepada industri kecil menengah (IKM) dengan diberlakukannya Permendag No. 97/M-DAG/12/14.

Sementara itu, Asmindo Pusat juga telah mengirimkan surat ke Kemendag untuk melakukan mengkaji ulang dokumen DE dan meminta solusi supaya tidak merugikan pengusaha.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif