Sport
Rabu, 24 Desember 2014 - 00:30 WIB

CATATAN AKHIR TAHUN PERSIS SOLO : Laskar Sambernyawa Menuju Profesionalisme

Redaksi Solopos.com  /  Mulyanto Utomo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Persis Solo tetap menjadi tim kebanggaan wong Solo, sekalipun musim lalu gagal menuju ke ISL. JIBI/Solopos/dok

Catatan akhir tahun Persis Solo ini hendak mengupas tentang perjalanan sepanjang musim lalu dan harapan ke masa depan.

Solopos.com– Drama perjuangan Persis Solo dalam Kompetisi Divisi Utama musim 2014 memang sudah berakhir. Namun, setumpuk pekerjaan rumah menanti digarap. Para pecinta sepak bola di Solo dan sekitarnya tentu tak ingin melihat lagi skuat berjuluk Laskar Sambernyawa itu kandas sebelum berhasil mewujudkan mimpi tampil di Indonesia Super League (ISL).

Advertisement

Seluruh publik pecinta sepak bola Solo mungkin tak akan pernah melupakan akhir tragis Persis di babak delapan besar Divisi Utama musim lalu. Bagaimana tidak? Setelah melewati perjuangan cukup panjang yang menguras tenaga, emosi, hingga berkorban nyawa, para suporter dipaksa menerima kenyataan kekalahan memalukan tim kebanggaannya. Mereka dipaksa melihat Laskar Sambernyawa pulang dari kandang Pusamania Borneo FC setelah dipencudangi 0-6 pada rematch akhir November lalu.

Kekalahan itu sontak melahirkan tanda tanya besar dari seluruh suporter yang tidak diperbolehkan hadir di Stadion Segiri, Samarinda. Beragam spekulasi pun bermunculan. Seruan anti manajemen menggema.

Advertisement

Kekalahan itu sontak melahirkan tanda tanya besar dari seluruh suporter yang tidak diperbolehkan hadir di Stadion Segiri, Samarinda. Beragam spekulasi pun bermunculan. Seruan anti manajemen menggema.

Sebenarnya, para suporter pun mengerti bahwa pertarungan di markas Borneo tak akan mudah dimenangi. Tapi, setidaknya, Persis bisa pulang dengan kepala tegak andai saja tak kebobolan terlalu banyak gol.

Kini, musim kompetisi 2014 telah resmi ditutup dengan Borneo FC keluar sebagai jawara Divisi Utama dan berhak meraih tiket ISL bersama Persiwa Wamena. Ya, Persiwa Wamena dan Borneo yang ke ISL, bukan Laskar Sambernyawa!

Advertisement

Lantas, sudah seberapa persen langkah Persis menuju profesionalitas? Sedikitnya, terdapat lima aspek yang harus dipenuhi sebuah klub profesional, yakni legalitas, infrastruktur, supporting, manajerial, dan finansial. Sekilas, tentu kita bisa meraba-raba seberapa profesional kah Laskar Sambernyawa?

Menyambut kompetisi musim depan, Persis masih saja dipusingkan pada agenda Musyawarah Cabang (Muscab) PSSI Solo yang tak jelas muaranya. Padahal, Divisi Utama bakal dimulai pada 19 Februari 2015. Praktis, persis hanya memiliki waktu kurang dari dua bulan untuk mempersiapkan tim, tapi nyatanya nasib Laskar Sambernyawa masih terkatung-katung. Alih-alih pematangan skuat, siapa yang bakal mengurus Persis pun belum ditentukan.

Semestinya, persiapan tim pada sebuah klub profesional tak akan terganggu atau bahkan tergantung pada perombakan kepengurusan cabang PSSI. Akan tetapi, Laskar Sambernyawa punya cerita berbeda. Hingga kini, kepengurusan Persis sebagai klub dengan PSSI sebagai organisasi masih sering tertukar meski pengajuan badan hukum atas nama PT Sambernyawa telah dilayangkan ke PT Liga Indonesia.

Advertisement

Persoalan finansial pun masih menjadi kendala serius bagi klub yang telah berusia 91 tahun itu. Hingga musim kompetisi berakhir, Persis tak mendapatkan satu pun sponsor dan hanya bergantung pada hasil penjualan tiket pertandingan.

Namun, besarnya kecintaan Pasoepati menjadi penyelamat nyawa Laskar Sambernyawa. Persis bisa meraup pendapatan kotor hingga Rp4-5 miliar dari penjualan tiket pertandingan selama satu musim. Pendapatan yang masih harus dipotong pajak serta biaya operasional pertandingan itulah sumber dana utama bagi Persis.

Ya, Laskar Sambernyawa 100% bergantung pada kesediaan suporter membayar tiket masuk stadion. Maka, saya menjadi tidak heran Persis saat sempat dilanda krisis finansial sehingga menunggak pembayaran gaji pemain pada jeda kompetisi, Juni-Juli lalu.

Advertisement

Mari kita bandingkan kondisi finansial Persis dengan klub mapan ISL, seperti Persija Jakarta, Arema Malang, atau Persib Bandung yang membutuhkan dana sekitar Rp20-Rp25 miliar dalam satu musim. Bagi Persija Jakarta, penjualan tiket pertandingan hanya mampu menutup 30% pengeluaran tim. Sisanya, diatasi dengan suntikan dana sponsor. Jadi, masih kah kita bertanya pentingnya sponsor untuk Persis?

Rasanya, saya pesimistis Persis mampu menggaet sponsor musim depan. Bagaimana seorang investor rela menggelontorkan dana untuk klub yang bahkan belum memulai persiapan tim saat jadwal kompetisi kian dekat?
Oleh sebab itu, Laskar Sambernyawa wajib menyusun manajemen yang sehat untuk meyakinkan calon sponsor bahwa klub kebanggaan Kota Bengawan itu layak didanai. Atau, haruskah PT Sambernyawa mulai bergerak mengobral saham dan mempercayakan kepengurusan klub kepada si empunya modal?

Di beberapa klub, sistem penjualan saham serta perombakan manajemen seperti ini cukup efektif untuk menaikkan kasta tim. Pusamania Borneo FC contohnya. Meski kerap diisukan dekat sekelompok mafia sepak bola, kita tidak boleh lupa bahwa Borneo punya sistem finansial yang jauh lebih sehat.

Tim yang awalnya bernama Perseba Bangkalan itu dibeli oleh kelompok suporter Putra Samarinda saat baru meraih tiket ke Divisi Utama, musim lalu. Di bawah tangan para suporter inilah Perseba bertransformasi menjadi Pusamania Borneo FC dan langsung lolos ke ISL musim depan. Sejak dipastikan lolos ke ISL, mereka langsung jor-joran belanja pemain. Kasus terlambat membayar gaji pemain pun tak pernah terjadi.

Bolehlah kita menaruh sakit hati kepada Borneo atas kekalahan Persis tempo hari, tapi bukankah ada hal positif yang patut dipelajari dari tim berjuluk Pesut Etam itu? Menjadi profesional, manajemen dan keuangan sehat, baru bermimpi ke ISL! Semoga, musim depan, masih ada asa untuk mewujudkan profesionalisme Laskar Sambernyawa. (Tri Indriawati/JIBI/SOLOPOS)

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif