News
Jumat, 19 Desember 2014 - 18:45 WIB

UU PERKAWINAN : Penaikan Batas Usia Nikah Dinilai Berpotensi Memicu Perzinaan

Redaksi Solopos.com  /  Rohmah Ermawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi pernikahan (magforwomen.com)

Solopos.com, JAKARTA – Rencana penaikan batasan usia menikah dari 16 tahun menjadi 18 tahun dalam Pasal 7 ayat 1 UU No.1/1974 tentang Perkawinan dinilai justru akan memberikan dampak negatif terhadap anak-anak Indonesia. 

Elly Risman, psikolog Yayasan Buah Hati yang dihadirkan sebagai Ahli dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam persidangan uji materiil Mahkamah Konstitusi (MK) diajukan oleh Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP) mengatakan jika batasan menikah dinaikkan menjadi 18 tahun justru semakin membuka luas pintu perzinaan di kalangan remaja.

Advertisement

Dengan batasan usia 16 tahun saja, ditemukan angka kasus hamil di luar nikah hingga aborsi yang terus meningkat di kalangan remaja Indonesia.

“Dari penaikan batasan usia itu yang terjadi bukan hanya perzinaan, namun yang lebih parah adalah membuat rakyat berbohong,” katanya seperti dilansir situs resmi MK, Jumat (19/12/2014).

Advertisement

“Dari penaikan batasan usia itu yang terjadi bukan hanya perzinaan, namun yang lebih parah adalah membuat rakyat berbohong,” katanya seperti dilansir situs resmi MK, Jumat (19/12/2014).

Sesuai dengan data Australian Consortium for In-Country Indonesian Studies menemukan fakta 43% dari 100 kelahiran dilakukan oleh remaja usia 15-16 tahun.

“Sekarang 800.000 dari 2,4 juta aborsi tiap tahun dilakukan anak SMP. Kalau kita naikkan bagaimana?” tanyanya.

Advertisement

Sementara itu, Persatuan Gereja Indonesia (PGI) memiliki pendapat berbeda. Albertus Patty selaku perwakilan PGI yang juga hadir sebagai ahli menjelaskan regulasi negara yang membolehkan anak perempuan dinikahkan atau menikah dalam usia 16 tahun, sama artinya negara telah merebut masa depan anak-anak perempuan.

Dengan regulasi itu, paparnya, negara dinilai merebut kesempatan anak-anak perempuan untuk bertumbuh, dan terutama akan merebut kebahagiaan mereka, dan menempatkan dalam bahaya dan bahkan kematian.

“Berdasarkan argumentasi di atas, dan berdasarkan berbagai pertimbangan yang sudah kami sebutkan di atas, maka kami berpandangan bahwa pernikahan dini atau pernikahan anak-anak khususnya perempuan di bawah usia 18 tahun adalah pernikahan yang tidak menghargai sakralitas tubuh manusia,” kata dia.

Advertisement

Dalam pokok permohonannya, YKP menyatakan usia minimal 16 tahun yang diatur dalam UU Perkawinan dinilai terlalu berisiko untuk masa pertumbuhan seorang perempuan, sehingga terjadi perebutan gizi antara si ibu dan janin yang akan dikandungnya.

Selain itu, banyaknya perkawinan di usia tersebut berbanding lurus dengan banyaknya angka perceraian.

Lebih lanjut, pemohon menyatakan bahwa batasan usia 16 tahun dalam UU tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum karena dalam beberapa UU yang lain, seperti UU Perlindungan Anak dinyatakan batasan usia dewasa seseorang adalah 18 tahun.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif