Jogja
Kamis, 18 Desember 2014 - 06:20 WIB

Melihat Pembuatan Jamu Tradisional Instan

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Proses pembuatan jamu tradisional instan di Dusun Kalisoro, Umbulmartani, Ngemplak, Sleman. (Rima Sekarani/JIBI/Harian Jogja)

Usaha jamu tradisional instan berskala produksi rumah tangga di Dusun Kalisoro, Desa Umbulmartani, Kecamatan Ngemplak, Sleman, tidak takut bersaing dengan jamu hasil olahan pabrik. Berikut laporan wartawan Harianjogja.com, Rima Sekarani I.N.

Muji Rahayu memeras gilingan kunir dengan tangannya yang telah dilapisi sarung tangan plastik. Setelah beberapa menit, dia lalu menuangkan air perasan kunir ke wajan besar berisi gula pasir. “Ini mau dikristalkan. Cepat kok. Cuma sekitar 30 menit,” kata Muji sambil mengangkat wajan.

Advertisement

Dengan telaten, tangan perempuan berusia 70 tahun itu mulai mengaduk campuran air kunir dan gula pasir yang dipanaskan di atas tungku. “Ini memang harus diaduk terus,” katanya.

Sambil menunggu proses pengristalan, Sri Indiarti Mukinah mengajak Harian Jogja menuju warung di bagian depan ruang tamu. Di sana, terdapat sebuah meja panjang yang memajang beberapa jenis jamu tradisional instan. Ada jamu temulawak, kunir putih, jahe, jahe merah, kunir asam, kencur, hingga jamu peluntur lemak dan minuman secang instan.

Advertisement

Sambil menunggu proses pengristalan, Sri Indiarti Mukinah mengajak Harian Jogja menuju warung di bagian depan ruang tamu. Di sana, terdapat sebuah meja panjang yang memajang beberapa jenis jamu tradisional instan. Ada jamu temulawak, kunir putih, jahe, jahe merah, kunir asam, kencur, hingga jamu peluntur lemak dan minuman secang instan.

“Ini pemasarannya sudah sampai swalayan dan supermarket. Yang paling laku itu jamu peluntur lemak, kunir asam, dan jahe. Returnya paling sedikit,” ungkap Sri.

Rumah milik Sri di Dusun Kalisoro, Umbulmartani, Ngemplak, Sleman sudah menjadi rumah produksi jamu tradisional instan sejak 1997.

Advertisement

Perempuan berusia 66 tahun itu kemudian mengajak Harianjogja.com duduk di kursi ruang tamu. “Pemasarannya, kami coba dulu di warung. Kami juga bawa waktu ada pertemuan ibu-ibu PKK. Ternyata banyak yang bilang cocok dan bisa menyembuhkan penyakit,” ujarnya melanjutkan obrolan.

Saat ini, dalam satu hari, rata-rata Sri dan anggota kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS) Citrasari bisa membuat tiga resep jamu sebanyak tiga kilogram.

Setiap satu kilogram jamu bisa dibagi menjadi 150 bungkus. “Bahan bakunya saya menanam sendiri di rumah, tapi ada juga yang beli di pasar,” papar ibu dari enam orang anak itu.

Advertisement

Satu kemasan berisi lima bungkus jamu tradisional instan dijual seharga Rp4.000 hingga Rp8.000. Perempuan yang menjabat sebagai Ketua UPPKS Citrasari tersebut mengaku, laba yang didapat dari penjualan jamu instan memang tidak banyak, hanya sekitar Rp900.000 per bulan.

Meski demikian, Sri yakin usahanya bisa tetap bertahan. Dia bahkan tidak takut dengan produk jamu tradisional instan serupa maupun jamu pabrik. “Tidak apa-apa banyak saingannya. Semua punya rezeki sendiri,” ungkapnya bijak.

Perbincangan semakin hangat karena Sri menghidangkan segelas minuman jahe instan andalannya. Sayangnya, saat Harianjogja.com tengah menyeruput minuman itu, seseorang datang ke ruang tamu. Dia memberi tahu bahwa campuran kunir dan gula pasir yang diaduk Muji sudah mulai mengristal.

Advertisement

Ketika sampai lagi di dapur, wajan sudah diturunkan dari tungku. Muji dan seorang anggota UPPKS Citrasari lain tampak sedang mengaduk kunir yang teksturnya sudah seperti pasir.

“Kalau sudah mulai mengental dan menggumpal, harus cepat-cepat diangkat dan diaduk biar mengristal. Kalau tidak, nanti bisa mengeras jadi permen,” kata Muji.

Advertisement
Kata Kunci : Industri Jamu Jamu Instan
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif