Jogja
Kamis, 18 Desember 2014 - 00:20 WIB

Jelantah Pedagang Makanan Jadi Limbah Paling Membahayakan

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Foto ilustrasi (JIBI/dok)

Harianjogja.com, JOGJA- Minyak jelantah merupakan jenis limbah paling berbahaya bagi Saluran Air Limbah (SAL). Sayangnya, masih ada PKL kuliner di area Malioboro yang membuang jelantah ke selokan dan SAL.

Padahal belum semua titik di Malioboro tersambung dengan jaringan SAL. Kepala Sub Bidang Pemulihan Lingkungan Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Jogja Pieter Lawoasal mengungkapkan, minyak jelantah dinyatakan berbahaya bagi SAL karena dapat mengeras dan membuat SAL tersumbat, tak dapat berfungsi maksimal.

Advertisement

Apalagi, apabila hal tersebut terjadi, Pemerintah Kota (Pemkot) maupun Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta harus mengeluarkan anggaran dalam jumlah besar untuk membongkar saluran, untuk membersihkan jelantah yang mengeras pada dinding SAL.

Pieter amat berharap, PKL tak lagi membuang sisa jelantah dan sisa makanan ke SAL. Selain menyebabkan masalah pada dinding SAL, limbah jelantah dapat menjadi masalah bagi mesin pengolah limbah di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Sewon, Bantul.

Pada Oktober hingga November 2014, BLH Kota Jogja kerap menerima aduan mengenai bau tak sedap yang keluar dari selokan maupun SAL akibat sisa makanan dan tumpukan jelantah yang tak terbawa aliran air, di wilayah Timoho dan Malioboro.

Advertisement

Karena, kebanyakan pengusaha makanan hanya membuang begitu saja limbah sisa pengolahan makanan mereka, dengan bantuan air, tanpa diolah atau difilter terlebih dahulu.

Ke depannya, imbuh Pieter, BLH Kota Jogja akan berupaya membantu PKL dan pengusaha rumah makan, dalam bentuk alat filter limbah domestik, berbentuk serupa dengan alat filtrasi limbah laundry sebanyak 20 buah, hanya dengan ukuran yang lebih besar, yakni 95 kali 40 sentimeter, namun dengan teknik penggunaan dibalik. Anggaran yang digunakan pada 2015 untuk memproduksi alat tersebut sebesar Rp5 juta per buah.

“Alat tersebut bisa membantu menangkap jelantah dan sisa makanan pada limbah PKL sebelum dibuang ke selokan atau SAL. Karena ada PP No.82/2001 tentang Limbah Rumah Makan dan PKL, yang mengatur batasan maksimal kadar jelantah atau minya dalam limbah cair domestik PKL,” tutur Pieter, Selasa (16/12).

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif