Jogja
Rabu, 17 Desember 2014 - 18:40 WIB

4 Pasang Gelandangan Dinikahkan

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Empat pasang pengatin berfoto bersama usai melaksanakan ijab Kabul di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Mergangsan, Jogja, Selasa (16/12). Sebanyak empat pasang pengantin yang semuanya merupakan gelandangan dan menjadi warga binaan UPT Panti Karya tersebut dinikahkan sebagai upaya untuk mengurangi permasalahan sosial yang ada di kota Jogja. (HARIANJOGJA/GIGIH M. HANAFI)

Empat pasangan gelandangan dinikahkan oleh UPT Panti Karya Jogja, pada Selasa (16/12/2014). Bagaimana kisah mereka? Berikut laporan wartawan Harianjogja.com, Uli Febriarni.

Sumarno, lelaki berusia 54 tahun itu nampak sumringah, bersanding di samping Suyatmi, pujaan hatinya. Perempuan yang kini resmi mendampingi hidupnya. Sebelumnya perempuan 44 tahun itu sempat ia nikah siri selama tiga bulan.

Advertisement

Sumarno, sesungguhnya memiliki rumah. Ia adalah warga Sumberejo, Tempel, Sleman. Ia menggelandang di jalanan hanya sebulan lamanya, katanya untuk mencari pengalaman hidup. Ia, menderita psikotik, gangguan kejiwaan. Namun kini sudah normal dan tak lagi memiliki gejala, ia menyembuhkan dirinya dengan mengurangi konsumsi daging.

Lelaki dengan tiga orang anak itu saat ini bekerja sebagai pegawai UPT Panti Karya. Hidup selama enam tahun di UPT Panti Karya untuk mendapat terapi kemudian mengabdi ke panti total selama 12 tahun.

Advertisement

Lelaki dengan tiga orang anak itu saat ini bekerja sebagai pegawai UPT Panti Karya. Hidup selama enam tahun di UPT Panti Karya untuk mendapat terapi kemudian mengabdi ke panti total selama 12 tahun.

Awal bertemu Suyatmi, saat ia masih bekerja serabutan sebagai pembuat kolam ikan di rumah rekan Suyatmi. Suyatmi yang kerap bertandang ke rumah rekannya itu, membuatnya jatuh hati.

“Dia orangnya cantik, baik hati dan suka memberikan saya nasihat yang baik untuk hidup,” kenang Sumarno, yang pernah dirawat oleh keluarga Minang, saat ia menggelandang hingga Sumatra.

Advertisement

“Saya suka mi rebus buatannya,” ucapnya, kemudian tertawa kecil. Sembari terus merapikan setelan hitam yang dikenakannya.

Sementara, duduk di samping Sumarno, adalah Suyatmi, berkebaya putih dan berkerudung senada. Suyatmi, bukan seorang gelandangan.

Ia seorang ibu rumah tangga dengan seorang anak. Kalau ia mengingat-ingat, perkenalan dengan Sumarno, telah terjadi kurang lebih setahun, sebelum mereka menikah.

Advertisement

Awalnya memang, ia tentu tak mengira akan jatuh hati kepada seorang Sumarno, alumni Panti Karya. Ternyata, cinta benar-benar berdaya magis.

“Saya cinta, jadi ya mau sama bapak. Saya mau berbakti sama dia, selaku suami saya tentunya,” ungkap Suyatmi tersipu.
Perempuan yang juga tinggal di daerah Sleman itu mengaku mampu menerima Sumarno apa adanya.

Selain Sumarno sebagai pasangan pengantin tertua bersama Suyatmi, ada Charles Adi Saputra dan Desty Lilasari sebagai pasangan termuda. Charles berusia 23 tahun. Selain mereka, pasangan lain yang dinikahkan adalah Margono dengan Sulistiani.

Advertisement

Kepala UPT Panti Karya, Waryono, selaku pihak pelaksana acara menuturkan, sesungguhnya ada 45 pasangan yang sedianya akan dinikahkan. Namun, karena masalah administrasi yang belum lengkap, dari proses seleksi hanya empat pasangan yang layak dinikahkan.

Pada tahun depan, UPT Panti Karya berencana akan menggelar agenda serupa. Pernikahan ini, terangnya, dilakukan sebagai bentuk perbaikan mentalitas hidup dan kesejahteraan. Sekaligus pendidikan.

“Beginilah pernikahan, ada aturan, asas hukum dan agama, berbeda dengan nikah siri yang hanya sah menurut agama. Menikah adalah sebuah nilai hidup, untuk meresmikan hubungan perempuan dan laki-laki hidup bersama, bukan dengan kumpul kebo,” jelas Waryono.

Dari KUA Mergangsan, pasangan dikirab menaiki andong ke panti. Mereka mengenakan pakaian tradisional dan menjalani resepsi layaknya pengantin pada umumnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif