Jogja
Selasa, 16 Desember 2014 - 01:15 WIB

Harga Gula Merah Tak Naik, Perajin Mengeluh

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Foto ilustrasi (JIBI/Harian Jogja/Antara)

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL—Perajin gula di Kecamatan Kokap berharap harga gula merah dan semut segera naik.

Pasalnya, pasca kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) ongkos produksi ikut mengalami peningkatan sehingga keuntungan yang diperoleh sedikit dan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Advertisement

Data yang dihimpun Harianjogja.com menyebutkan harga gula semut dan merah belum ada perubahan dari sebelum hingga pasca kenaikan harga BBM.

Saat ini koperasi membeli gula merah dari petani dengan harga Rp10.500 sampai Rp11.500 per kilogram, sementara gula semut dibeli dengan harga Rp15.000 sampai Rp16.000 per kilogram.

Idealnya, gula merah dipatok Rp15.000 per kilogram dan gula semut Rp20.000 per kilogram supaya tidak mengurangi pendapatan petani pasca kenaikan harga BBM.

Advertisement

Parjan, 44, perajin gula asal Pedukuhan Teganing I, Desa Hargotirto, Kokap mengeluhkan ongkos produksi yang mengalami kenaikan secara signifikan, namun tidak diikuti dengan peningkatan harga jual.

Ia berharap, pengepul dan Kelompok Usaha Bersama (Kube) tempat ia menyetorkan gula merah segera menaikkan harga supaya keuntungan yang diperoleh setidaknya sama dengan sebelum kenaikan harga BBM.

“Para petani menjual gula ke koperasi dengan harga lama, padahal kalau melihat kenaikan harga BBM harusnya juga ada peningkatan harga stidaknya 20 persen sampai 25 persen,” jelasnya, akhir pekan lalu.

Advertisement

Disebutkannya, kenaikan ongkos produksi terlihat pada harga kayu bakar. Sebelum kenaikan harga BBM, harga satu truk kayu bakar Rp200.000, namun kini mencapai Rp300.000, belum termasuk biaya membelah kayu dan mengeringkannya, yang mencapai Rp50.000.

Menurutnya, satu truk kayu bakar habis digunakan dalam waktu kurang dari satu bulan, sehingga ongkos produksi yang tinggi membuat keuntungan minim. Setidaknya dalam satu bulan perajin gula mampu memproduksi hingga puluhan kilogram.

“Tapi, kalau dipotong dengan ongkos produksi yang tinggi maka keuntungannya jadi mepet dan kami kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari,” ujarnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif