Lifestyle
Sabtu, 13 Desember 2014 - 23:30 WIB

TIPS KESEHATAN : Setelah Makan Ngantuk, Ini Waktu Aman untuk Tidur

Redaksi Solopos.com  /  Rini Yustiningsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi tidur setelah makan sahur. (care2.com)

Solopos.com, JAKARTA—Setelah makan biasanya ngantuk. Makan terlalu dekat dengan waktu tidur disebut-sebut dapat membahayakan tubuh. Kemungkinan ini semakin besar jika Anda makan terlalu banyak atau makan makanan tertentu yang menyebabkan rasa mulas. Nah, National Sleep Foundation merekomendasikan Anda untuk menunggu setidaknya 2-3 jam setelah makan untuk tidur.

Sebagaimana ditulis Detik dikutip dari Web MD, Sabtu (13/12/2014), kebiasaan ini memungkinkan proses pencernaan tetap terjadi dengan lancar setidaknya sampai makanan yang Anda konsumsi sampai ke usus dan mengurangi kemungkinan munculnya sakit mag.

Advertisement

Selain itu, membiasakan diri untuk menunggu setelah makan untuk tidur tak hanya membantu mencegah penyakit yang berhubungan dengan sistem pencernaan lho, tetapi juga penyakit lain termasuk stroke. Memberikan waktu bagi perut minimal 60-70 menit untuk mencerna makanan diklaim bisa mengurangi risiko stroke.

Cristina-Maria Kastorini, MSc, ahli gizi dari University of Ioannina di Yunani mengatakan jika seseorang langsung tidur setelah makan malam maka orang tersebut rentan mengalami refluks asam lambung. Kondisi ini menyebabkan asam lambung naik menuju kerongkongan dan memicu rasa tidak nyaman.

Saat tidur, refluks bisa memicu penyempitan saluran napas dan sleep apnea sehingga rentan mengalami henti napas saat tidur. Meski tidak memicu stroke secara langsung, berbagai penelitian membuktikan bahwa sleep apnea berhubungan dengan risiko kerusakan pembuluh darah di otak yang memicu stroke.

Advertisement

Sementara itu ahli jantung dari Mayo Clinic, David Holmes, MD sependapat bahwa langsung tidur setelah makan malam dapat meningkatkan risiko stroke. Namun untuk memastikannya, butuh penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar.

“Saat kita makan, kadar gula darah berubah, kolesterol berubah dan aliran darah juga berubah. Semua itu memengaruhi risiko stroke,” ungkap Holmes seperti dikutip dari Web MD, Sabtu (13/12/2014).

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif