Entertainment
Rabu, 10 Desember 2014 - 11:20 WIB

Malam ini, Komunitas Sego Gurih Pentaskan Naskah "KUP"

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Salah satu pementasan sego gurih (JIBI/Harian Jogja/dok.Sego Gurih)

Harianjogja.com, BANTUL – Komunitas Sego Gurih akan menggelar sandiwara berbahasa jawa dengan mengangkat isu kemanusiaan. Pentas dengan naskah “KUP” karya Wage Daksinarga akan digelar di halaman Griya Harian Jogja dan Radio Star Jogja FM di Jalan Am Sangaji 41, Jetis, Jogja, Rabu (10/12/2014) pukul 19.30 WIB.

Pegiat Komunitas Sego Gurih Elyandra Widharta mengatakan, diangkatnya lakon KUP karya Wage Daksinarga ini bukan pertama kalinya bagi komunitas seni teater rakyat yang lahir dari SMKI Bantul era 1996 silam. Sego Gurih pernah memproduksi KUP dengan pentas keliling di beberapa daerah.

Advertisement

“Tema kemanusiaan masih akan aktual dibicarakan dalam situasi nasional apa saja. Terlebih, kalau peran negara sudah berbeda dari cita-cita bersama dan tatanan nilai kebudayaan kemanusiaan pasti compang-camping bentuknya,” kata Elyandra ditemui Harian Jogja disela persiapan di Bantul, kemarin.

Elyandra meyakini selama ketidakadilan gagal diberikan negara, modernisasi dan pembangunan pemerintah justru menambah angka kemiskinan masyarakat, maka nilai kemanusiaan akan muncul sebagai obyek yang terampas. Terlebih, imbuh Elyandra, negara terbilang masih rentan melakukan kasus-kasus berkaitan nilai kemanusiaan sehingga menempatkan Sego Gurih selalu tampil segar menyajikan KUP karya penulis asal Gunungkidul ini.

Pementasan Sego Gurih dengan dialog khas ceplas-ceplos, akrab namun tetap kritis masih mempertahankan identitas tidak harus tampil di gedung-gedung kesenian megah. Bagi aktor dan aktris Sego Gurih, pinggir kali, tengah perkampungan, balai desa hingga pelataran seperti akan disajikan di Harian Jogja nanti malam tidak akan menjadi kendala dalam menjaga intensitas audien (penonton) yang menyaksikan tanpa dipungut biaya tiket alias gratis ini.

Advertisement

Lebih jauh, aktor akrab dipanggil Ely ini menguraikan lakon kemanusiaan digambarkan dalam KUP masyarakat marginal yang bertahun-tahun menampat di lahan kosong. Layaknya masyarakat pinggiran beragam “profesi” ini mendapatkan kabar lahan kosong yang mereka tempati akan diambil alih pemerintah untuk pembangunan tempat pembuangan akhir sampah.

Pemerintah melakukan pendekatan warga melalui alat negara dan preman bayaran membuat masyarakat “buwangan” dilanda kegelisahan dan ketakutan. Upaya penggusuran paksa dan penindasan hak asasi manusia dilakukan alat negara dengan jalan teror dan kekerasan. Keadaan menyingkirkan warga dilakukan negara melalui kaki-kakinya dengan berbagai cara memacah belah masyarakat agar penggusuran bisa secara mulus dilakukan.

“Lakon KUP bercerita mengenai persoalan isu globalisasi dan perubahan sosial masyarakat dewasa ini. Proses perubahan sosial selalu menempatkan masyarakat sebagai korban, khususnya kaum marginal pinggiran kota dan kaum urban. Jadi KUP ini bukan persoalan politik, tetapi lebih banyak berbicara soal sosial kemanusiaan komunitas masyarakat yang kurang beruntung. Tentu pesan yang ingin kita sampaikan kepada masyarakat dan negara yakni manusia harus tetap memanusiakan manusia. Bukankah pemerintah ini juga pemerintahnya manusia,” imbuh penulis naskah Wage Daksinarga dihubungi terpisah.

Advertisement

Pementasan KUP oleh Komunitas Sego Gurih akan menampilkan sejumlah seperti Ibnu Gundul Widodo sebagai Mbah Sarju, Nurul Jamilah sebagai Mbokde Wiji, Elyandra Widharta sebagai Edi Bakso, Kukuh Prasetyo sebagai Gombloh, Kresno Jegrak sebagai Pak Sapar, Kirun Ilyas sebagai Jana Kutil, , Wawan sebagai Kancil). Adapun tim artistik diperkuat Beni Mata Emprit, Kang Mejok, Kang Blewah, tata lampu oleh Setya Prayoga dan Dwi Vian. Musik ilustrasi di ramu beberapa perosnil yakni, Maman, Madek, Bagyo, Reva, Iwang, Bayu Bagor, Andik, dan Caesar. Selamat menyaksikan.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif