Jogja
Selasa, 9 Desember 2014 - 19:20 WIB

HARI ANTIKORUPSI : PP Muhammadiyah Desak Jokowi Blusukan Tambang

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi

Harianjogja.com, JOGJA – Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Jogja menggalang koalisi antimafia tambang sebagai momentum memanfaatkan peringatan Hari Anti Korupsi yang dipusatkan di Jogja, Selasa (9/12/2014). Agenda utama ormas Islam itu mendesak Presiden Joko Widodo melakukan blusukan ke area pertambangan di seluruh Indonesia. Tujuannya agar pemerintah mengetahui fakta mencengangkan adanya beragam kerusakan lingkungan yang disebabkan mafia tambang.

Muhammadiyah juga akan memaparkan beragam temuan-temuan adanya korupsi dan mafia tambang saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan dialog terbuka terkait pemberantasan korupsi yang akan berlangsung di Universitas Gadjah Mada (UGM).

Advertisement

Juru bicara Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) sekaligus anggota Koalisi Anti Mafia Tambang Budi Nugroho membeberkan beragam temuan yang didapat timnya. Hasilnya cukup mencengangkan. Sejak 2010 hingga 2013 terdapat besarnya potensi kehilangan penerimaan negara dari sektor tambang di 13 provinsi di Indonesia. Hal itu terjadi sebagai akibat dari diterbitkannya izin usaha pertambangan (IUP) bermasalah yang mencapai Rp4 triliun. Nominal itu terdiri dari Rp931 miliar dari lan rent atau sewa tanah dan Rp3,1 triliun dari kekurangan pembayaran royalti sebanyak 4725 IUP.

Wilayah terbesar yang berkontribusi terhadap potensi kehilangan penerimaan negara dari land rent adalah Kalimantan dengan total mencapai Rp574,9 miliar Rp2,3 triliun dari kurang bayar royalti. Belum lagi wilayah lain, seperti Maluku, Sumatra dan Sulawesi yang jumlahnya mencapai Rp1 triliun.

“Konsekuensi dari hilangnya penerimaan menyebabkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor tambang hanya sekitar 4 persen dari total PNBP tahun 2006 sampai 2014. Target pemerintah ini sebenarnya masih sangat rendah bila didasarkan pada potensi yang ada, mengingat regulasi sektor pertambangan di Indonesia yang masih belum stabil setelah penerapan biaya keluar ekspor mineral,” papar Budi, Senin (8/12/2014).

Advertisement

Lebih lanjut Budi memaparkan, ada empat temuan penting yang didapat tim koalisi. Pertama temuan mengemukakan tentang buruknya tata pengelolaan perizinan pertambangan sehingga menimbulkan celah korupsi. Kedua, ada 30% wilayah pertambangan berada di area konservasi hutan lindung. Ketiga tak adanya upaya reklamasi yang dilakukan pengelola tambang. Fakta keempat adalah terkait pengelola tambang yang tidak menjamin keselamatan warga di sekitar area pertambangan.

Dalam kesempatan serupa, anggota Publish What You Pay (PWYP) Indonesia Agung Budiono mendesak KPK melakukan penindakan terhadap pelanggar izin dan penyelenggara negara yang terlibat korupsi di sektor tambang.

Rencananya, temuan dan fakta yang dia dapat akan dipresentasikan kepada Presiden Jokowi sebagai sumbangan guna penentuan langkah bijak.

Advertisement

“Dengan itu pula kami mendesak Presiden aktif melakukan blusukan tambang supaya tahu jelas parahnya kondisi di lapangan,” paparnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif