Jogja
Selasa, 9 Desember 2014 - 14:40 WIB

Diprotes Warga, Sebuah Depo Pasir Pilih Tutup Usaha

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Backhoe depo pasir mengeruk pasir dari truk pengangkut. Foto diambil Minggu (7/12). (Harian Jogja/Holy Kartika N.S)

Harianjogja.com, KULONPROGO–Aktivitas sebuah depo pasir yang baru beroperasi dua bulan dikeluhkan warga Desa Jatirejo, Kecamatan Lendah. Warga protes karena akibat aktivitas tersebut, jalan desa rusak dan aktivitas warga juga terganggu. Pemilik depo pasir menyebut siap menutup usahanya.

“Saya tidak masalah, kalau tidak diizinkan juga tidak apa-apa. Apabila warga mau usaha saya ini ditutup akan saya lakukan. Maka dari itu saya minta waktu dua bulan,” papar Syaiful pengusaha depo pasir kepada Harian Jogja, Minggu (7/12/2014). Padahal, dari perizinan usaha, dia mengatakan telah mengurusnya.

Advertisement

Salah satu warga yang mengeluhkan adanya gangguan aktivitas di depo pasir adalah Suwito, 74. “Kami terganggu dengan aktivitas angkut pasir. Setiap hari suara backhoe sangat bising, ditambah truk pasir yang wara-wiri setiap jam. Saya jadi tidak bisa beristirahat,” keluhnya. Lokasi rumah Suwito memang tak jauh dari depo pasir tersebut.

Suwito mengungkapkan, aktivitas jual beli pasir dapat berlangsung dari pagi sampai malam sekitar pukul 22.00 WIB. Truk yang lalu lalang setiap harinya, bahkan bisa mencapai puluhan unit yang silih berganti mengangkut maupun menurunkan pasir.

“Setiap hari alat itu [backhoe] mengeluarkan suara yang cukup keras. Tidak hanya membuat kaget, tetapi saya khawatir rumah saja rubuh karena alat berat tersebut,” jelas Suwito.

Advertisement

Bambang, 55, warga lain juga tak menampik, alat berat tersebut memang bisa berdampak pada rumah warga. Selain menimbulkan suara yang keras dan menganggu, kekuatan alat berat tersebut juga seringkali membuat tanah bergetar.

Tidak heran apabila banyak warga yang merasa khawatir suatu saat rumahnya akan rusak akibat getaran yang ditimbulkan backhoe.

“Namun, tidak hanya itu, sebenarnya dulu sudah ada kesepakatan antara warga dan pengusaha bersangkutan. Pengusaha depo tersebut telah menyepakati soal kompensasi untuk warga dengan adanya aktivitas itu. Tapi sampai saat ini belum ada realisasinya,” ungkap Bambang.

Advertisement

Bambang mengaku, depo pasir asal Cangkringan, Sleman itu sudah dua bulan membuka usaha itu. Kompensasi pertama sudah pernah diberikan dengan nominal sekitar Rp500.000.

Dia mengatakan, kompensasi itu diberikan untuk gotong-royong warga. Hingga saat ini, warga pun terus meminta kepastian akan kompensasi tersebut. Pasalnya, jalan desa mulai mengalami kerusakan dan warga semakin terganggu dengan suara backhoe.

“Akhirnya warga menuntut agar pengusaha tersebut menutup depo pasir tersebut. Atas kesepakatan, batas waktu penutupan depo dilakukan hingga 7 Februari 2015,” jelas Bambang.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif