Jateng
Kamis, 27 November 2014 - 20:50 WIB

KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK : KIP Jateng Tangani 90 Permohonan Sengketa Informasi

Redaksi Solopos.com  /  Sumadiyono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi (google/jurnaline)

Ilustrasi (google/jurnaline)

Kanalsemarang, SEMARANG – Komisi Informasi Provinsi (KIP) Jawa Tengah, menangani sebanyak 90 permohonan sengketa informasi selama Januari hingga November 2014, kata Ketua KIP Jateng Rahmulyo Adi Wibowo.

Advertisement

“Dari 90 perkara tersebut, sebanyak 84 perkara di antaranya merupakan objek sengketa berkaitan dengan informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala,” ujarnya seperti dikutip Antara, ketika menjadi pembicara dalam seminar refleksi enam tahun berlakunya UU nomor 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik di Hotel Griptha Kudus, Kamis (27/11/2014).

Sementara empat perkara, lanjut Rahmulyo, berkaitan dengan objek sengketa informasi yang wajib tersedia setiap saat dan dua perkara berkaitan dengan objek sengketa informasi yang dikecualikan.

Ia mengatakan, badan publik yang sengaja tidak menyediakan, tidak memberikan atau tidak menerbitkan informasi publik yang wajib diumumkan atas dasar permintaan UU bisa dikenakan pidana kurungan satu tahun sesuai pasal 52 UU KIP.

Advertisement

Tuntutan pidana dalam tindak pidana seperti yang dimaksudkan dalam pasal tersebut, kata dia, dapat dilakukan pada saat putusan Komisi Informasi yang sudah berkekuatan hukum tidak dilaksanakan.

Ia menjelaskan, bahwa tuntutan pidana berdasarkan Undang-Undang tersebut merupakan delik aduan dan diajukan melalui peradilan umum.

Putusan Komisi Informasi dinyatakan berkekuatan hukum tetap, kata dia, setelah menerima putusan Komisi Informasi, kemudian para pihak dalam tempo waktu paling lambat 14 hari tidak menempuh upaya keberatan ke pengadilan berwenang.

Advertisement

“Atau setelah menerima putusan pengadilan yang berwenang, kemudian para pihak dalam tempo 14 hari sejak diterimanya putusan tidak mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung,” ujarnya.

Seharusnya, kata dia, pasal 52 tidak dirumuskan sebagia delik materiil, akan tetapi dirumuskan sebagai delik formil.

Pembicara lainnya, Edi Wahyu Widianto dari Lembaga Pengabdian Hukum (LPH) YAPHI menambahkan, bahwa landasan filosofi UU 14/2008 tersebut untuk mewujudkan penyelenggara negara yang transparan dan tata pemerintahan yang baik.

Selain itu, kata dia, bertujuan memotivasi badan publik untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya dan bebas dari kolusi, korupsi dan nepotisme.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif