Jogja
Rabu, 26 November 2014 - 09:20 WIB

KESEJAHTERAAN KARYAWAN : Duh, Kondisi Karyawan di Pabrik Wig Bantul Memprihatinkan

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - ilustrasi (JIBI/dok)

Harianjogja.com, BANTUL—Fakta yang memprihatinkan ditemukan DPRD dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul dalam inspeksi
mendadak (sidak) di pabrik wig PT Doung Young Tress di Piyungan Bantul. Pabrik yang ratusan buruhnya mengalami keracunan beberapa waktu lalu itu dinilai memperlakukan pekerjanya secara tidak manusiawi.

Sidak Selasa (25/11/2014) siang kemarin diikuti Komisi D DPRD yang membidangi masalah tenaga kerja, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Bantul serta Dinas Kesehatan. Hasilnya, Dewan dan Pemkab menemukan sejumlah pelanggaran Undang-undang (UU) Ketenagakerjaan yang dilakukan manajemen perusahaan asal Korea Selatan tersebut.

Advertisement

Katering Makanan Tidak Berizin

Pertama, perusahaan menggunakan katering yang tidak memiliki izin atau rekomendasi dari Dinas Kesehatan sehingga kualitasnya diragukan. Buntutnya, akhir pekan lalu ratusan karyawan mengalami keracunan setelah menyantap menu katering yang disediakan perusahaan.

“Padahal perusahaan sudah berdiri sejak 2008, sudah enam tahun,” kata Enggar Surya Jatmiko, Ketua Komisi D DPRD Bantul. Dewan meminta perusahaan tidak lagi menggunakan katering yang terletak tidak jauh dari lokasi perusahaan tersebut, sebelum jasa boga itu mengantongi rekomendasi dari Dinas Kesehatan.

Advertisement

“Sesuai aturan, harusnya katering mendapat rekomendasi dari Disnakertrans, setelah mendapat izin dari Dinas Kesehatan,” kata Kepala Seksi Hubungan Industrial dan Syarat Kerja Disnakertrans Bantul And Nursina Karti.

Masih Ada Pegawai yang Diupah Dibawah UMK
Fakta lainnya yang ditemukan Dewan adalah soal pengupahan. Ternyata masih banyak karyawan digaji tidak sesuai upah minimum
kabupaten (UMK).

Dewan secara acak mewawancarai sejumlah karyawan pabrik rambut palsu ekspor tersebut. Salah seorang karyawan bagian quality
control mengaku hanya mendapat gaji pokok senilai Rp800.000 per bulan. Jika ditambah dengan tunjangan kerja, upah yang ia terima senilai Rp1,2 juta. Ada pula seorang mandor dengan gaji pokok hanya Rp1,01 juta per bulan. Ditambah tunjangan kerja menjadi Rp1,6 juta per bulan.

Advertisement

Tidak Ada Cuti Melahirkan
Pemkab, kata Enggar, dibohongi oleh perusahaan tersebut. Lantaran perusahaan mengklaim telah memberi gaji buruh sesuai UMK. Anggota Komisi D Sigit Nursyam juga menemukan fakta tentang  pekerja perempuan yang diperlakukan tidak manusiawi. Pekerja perempuan di pabrik itu tidak mendapat cuti melahirkan.

“Jadi karyawan yang melahirkan harus berhenti, kalau mau bekerja lagi daftar lagi dari awal. Jadi apa yang sudah dirintis selama ini hilang termasuk gaji yang sudah tinggi. Tadi ada karyawan yang berhenti lalu bekerja lagi sudah empat bulan ini,” ungkap Sigit.

Belum Seluruh Pegawai Mendapat Jaminan Kesehatan
Sejumlah fakta tersebut belum termasuk banyaknya karyawan yang belum dilindungi jaminan kesehatan serta persoalan ketenagakerjaan. Salah satunya, ada karyawan yang telah tiga tahun bekerja namun belum diangkat sebagai karyawan tetap.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif