News
Minggu, 23 November 2014 - 16:30 WIB

ISLAH DPR : Ini Ancaman DPD Jika Tidak Dilibatkan dalam Revisi UU MD3

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi DPR RI. (Dok/JIBI/Bisnis)

Solopos.com, JAKARTA — Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menilai revisi UU No. 17/2014 tentang MD3 tidak mempunyai alasan yang cukup kuat karena hanya untuk mengakomodasi kepentingan politik antara Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP).

Wakil ketua DPD Farouk Muhammad mengatakan pada intinya DPD mendukung dan sepakat terhadap revisi UU MD3 itu. Namun syaratnya, sesuai dengan pasal 23 ayat 2 UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, pengubahan UU harus dengan alasan mendesak.

Advertisement

Menurutnya, kompromi politik antara KIH dan KMP, bukan merupakan alasan yang dimaksudkan dalam ketentuan tersebut. “Sebab makna mendesak yang dimaksud adalah terkait keadaan luar biasa, keadaan konflik atau bencana alam dan atau keadaan tertentu urgensi nasional lainnya,” katanya saat memberikan keterangan resmi kepada pers, Minggu (23/11/2014).

Seperti diketahui, UU MD3 akan direvisi bersama dengan Peraturan DPR No. 1/2014 tentang Tata Tertib. Pengubahan tersebut adalah bentuk kesepakatan antara KMP dan KIH untuk memasukkan KIH dengan menambah jumlah kursi wakil ketua alat kelengkapan dewan yang sebelumnya dikuasai KMP.

Jadi, pembahasan revisi tersebut harus melalui mekanisme program legislasi nasional (prolegnas) dan melibatkan DPD sebagai institusi resmi disamping DPR. Pasalnya, sudah ada kesepakatan antara badan legislasi (baleg) dengan pemerintah untuk membahas pengubahan UU itu.”

Advertisement

Untuk itu, DPD akan segera berkonsultasi dengan pimpinan DPR dan Pimpinan Baleg agar diikutsertakan membahas pengubahan UU MD3. “Kami akan segera berkonsultasi dengan pimpinan DPR.”

Jika tidak dilibatkan, DPD mengancam akan mengambil langkah-langkah tegas untuk menegakkan ketentuan tersebut. “Kita hanya ingin, setiap produk UU yang dihasilkan itu tidak rawan untuk digugat ke Mahkamah Konstitusi,” katanya.

Hal senada diungkap pengamat hukum tata negara Refly Harun. “Pengubahan UU dan Tatib itu, secara etis harus melibatkan DPD karena aturan itu harus menyangkut DPD. Perkara pembahasannya sama sekali tidak membahas DPD, itu urusan nanti,” katanya kepada Bisnis/JIBI.

Advertisement

Jika tidak melibatkan DPD, produk UU atau hasil revisi itu cacat hukum dan sangat mudah untuk diajukan judicial review. “Kedepannya, itu akan menimbulkan polemik lagi. Jadi, DPD harus dilibatkan.”

Saat ini, pembahasan revisi UU dan Tatib itu dikerjakan secara maraton dengan dalih agar masalah segera tuntas sebelum 5 desember 2014. “Dalam pengubahan itu masih disusun daftar inventarisasi masalah [DIM] pengubahan UU dan tatib itu,” kata Firman Subagyo, Wakil Ketua Baleg.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif