Soloraya
Kamis, 20 November 2014 - 02:30 WIB

PARIWISATA SOLO : PHRI Yakin Pariwisata Gantikan MICE PNS

Redaksi Solopos.com  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi Kota Solo dengan hotel-hotelnya (JIBI/Solopos/Dok.)

Solopos.com, SOLO — Badan Perhimpunan Cabang (BPC) Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Solo menilai sektor pariwisata dapat mengurangi beban akibat pelarangan rapat yang dilakukan kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah di hotel. Sektor pariwisata berdampingan dengan meeting, incentive, convention, and exhibition (MICE) sehingga berdampak positif bagi industri jasa di Solo.

BPC PHRI Solo pun mengusulkan beberapa poin terkait sektor pariwisata dalam sebuah pernyataan sikap untuk disampaikan kepada Pemerintah Kota Solo selaku pemangku kebijakan. Beberapa poin yang disampaikan untuk menjadi pertimbangan adalah moratorium pemberian izin baru pendirian hotel. Usulan itu mengemuka karena pertumbuhan kamar di Solo sebanyak 190% selama 3 tahun terakhir.

Advertisement

Pertumbuhan kamar itu tidak sebanding dengan pertumbuhan tamu hanya 38%. Mereka juga mengusulkan agar pemerintah pusat, daerah, dan instansi lain yang melakukan kunjungan kerja di Solo harus bermalam di Solo.

“Hal paling penting adalah membenahi destinasi wisata Solo, menggencarkan promosi pariwisata, dan memperbanyak acara budaya untuk menarik wisatawan. Imbasnya adalah wisatawan menginap di Solo,” kata pejabat Humas BPC PHRI Solo, M.S.U. Adji, saat dihubungi Solopos.com, Rabu (19/11/2014).

Ke Wali Kota
Ketua BPC PHRI Solo, Abdullah Suwarno, menuturkan sudah menyampaikan pernyataan sikap BPC PHRI kepada Wali Kota Solo, F.X. Hadi Rudyatmo. Di sisi lain Adji menambahkan apabila pendapatan dari sektor pariwisata dan PHRI merosot maka akan memengaruhi pendapatan asli daerah (PAD).

Advertisement

Padahal bisnis hospitality menyumbang pendapatan terbesar kedua dari sektor pajak. Hotel menyumbang Rp22 miliar dan Rp20 miliar dari restoran. Adji menilai pelarangan itu akan jadi persoalan untuk Pemkot apabila betul-betul berlaku.

“Tidak bisa menutup mata bahwa kunjungan dari luar itu mencapai 90%. Potensi ini akan hilang kalau pelarangan itu berlaku. Kami pikir sah saja apabila kami mengusulkan beberapa hal di sektor pariwisata. Hal itu karena pariwisata akan mempengaruhi sektor lain,” ujar dia.

Namun dia mengingatkan pembangunan destinasi wisata tidak bisa lepas dari branding maupun promosi. Dua hal itu harus berjalan berdampingan. Dia juga menilai bahwa pekerjaan utama kegiatan di Solo adalah minim promosi. “Pariwisata di Solo harus dibangun. Kekuatan MICE dan destinasi wisata jadi satu kesatuan. Ini akan  mengurangi beban akibat pelarangan MICE,” tutur dia.

Advertisement

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif