News
Kamis, 20 November 2014 - 22:20 WIB

OTORITAS JASA KEUANGAN : Masuk Daftar Aduan, Perusahaan Berjangka Membantah

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi logo OJK (Hukumonline.com)

Harianjogja.com, JOGJA—Sebanyak 23 perusahaan berjangka masuk dalam laporan pengaduan yang diterima Otoritas Jasa
Keuangan (OJK). Adapun, 23 perusahaan tersebut memiliki izin dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti)
Kementerian Perdagangan.

Salah satu dari 23 perusahaan berjangka, Monex Investindo Futures mengaku resah saat OJK merilis sebanyak 262 perusahaan
yang dilaporkan masyarakat terkait investasi bodong.

Advertisement

“Ya itu kesalahan OJK tidak meminta klarifikasi terlebih dulu. Kami memiliki izin dan terdaftar resmi di Bappebti,” ujar Branch Manager Monex Investindo Futures Jogja Adi Prasetyo kepada Harianjogja.com, Rabu (19/11/2014).

Monex bersama 22 perusahaan lainnya, sambung Prasetyo, berada di bawah otoritas Bappebti dan dilindungi undang-undang (UU).
UU No.10/2011 tentang Perubahan Atas UU No.32/1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi.

“Seharusnya, OJK klarifikasi dulu kepada perusahaan atau Bappebti sebelum mengumumkan daftar perusahaan yang tidak memiliki izin. Masak gara-gara laporan dari seseorang langsung dinilai investasi bodong tanpa diklarifikasi dulu,” katanya, menyayangkan.

Advertisement

Menurut dia, Bappebti sebagai induk perusahaan berjangka komoditi sudah membantah rilis yang disampaikan OJK. Sayangnya, OJK enggan menghapus 23 perusahaan dari daftar hitam tersebut dengan alasan produk yang ditawarkan bukan kewenangan OJK.

“Itu yang kami sayangkan. Akibatnya, sejumlah investor sempat ragu dan menarik dananya. Namun, setelah kami jelaskan akhirnya mereka memahami,” ujar Prasetyo.

Kepala Kantor OJK Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Dani Surya Sinaga mengatakan, 262 perusahaan penawar investasi yang dirilis OJK tersebut memang bukan termasuk kewenangan pengawasan OJK. Data perusahaan-perusahaan tersebut diterima OJK dari masyarakat melalui layanan konsumen terintegrasi OJK.

Advertisement

“Memang 262 perusahaan penawaran investasi tersebut belum dipastikan melawan hukum. Namun, terhadap penawaran tersebut dapat dicermati adanya sejumlah karakteristik,” katanya.

Misalnya, menjanjikan manfaat investasi besar dan tidak wajar. Tidak ditawarkan melalui lembaga penyiaran, namun melalui internet, tidak jelas domisili usahanya. Selain itu, bersifat berantai, memberikan seolah-olah bebas risiko dan dijamin investasinya.

“Berdasarkan pengalaman sebelumnya, kegiatan penawaran investasi dengan karakteristik tersebut, umumnya merugikan masyarakat. Untuk itu, kami meminta masyarakat berhati-hati terhadap beragam tawaran investasi,” katanya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif