Umum
Rabu, 19 November 2014 - 11:00 WIB

AGENDA PRESIDEN JOKOWI : Bertemu Presiden UE, Jokowi Keluhkan Hambatan Perdagangan ke Uni Eropa

Redaksi Solopos.com  /  Rohmah Ermawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Joko Widodo (Jokowi) (Rachman/JIBI/Bisnis)

Solopos.com, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mempersoalkan hambatan sejumlah komoditas perdagangan Indonesia ke Uni Eropa dengan Presiden Dewan UE Herman van Rompuy.

“Kami bicara adanya hambatan barang kita [Indonesia] menuju UE,” kata Presiden kepada wartawan setelah menerima kunjungan Herman von Rompuy di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (19/11/2014).

Advertisement

Jokowi mengemukakan salah satu komoditas yang terhambat untuk masuk ke pasar UE adalah komoditas kelapa sawit dimana RI merupakan produsen terbesar global.

Padahal, menurut Presiden, sawit dari Indonesia bukanlah hanya milik perusahaan besar tetapi sekitar 45 persen adalah hasil jerih payah petani kecil.

“Hal-hal seperti ini yang musti dibicarakan,” kata Jokowi yang didampingi antara lain oleh Menteri Luar Negeri Retno Lestari Marsudi dan Menteri Perdagangan Rachmat Gobel.

Advertisement

Presiden juga mengemukakan hal lainnya yang dibicarakan adalah mengenai investasi terutama mengingat investasi UE di Indonesia adalah investasi terbesar kedua setelah Jepang.

Untuk itu, lanjut Jokowi, memelihara hubungan baik dengan Uni Eropa juga merupakan hal yang penting bagi perekonomian.

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mendesak agar aturan terkait perikanan dalam kelompok G-20, di mana Uni Eropa termasuk di dalamnya, tidak merugikan sektor perikanan RI.

Advertisement

“Kita ingin menjadi tuan rumah dan berdaulat di negeri sendiri,” kata Susi Pudjiastuti dalam acara dialog Menteri Kelautan dan Perikanan dengan pelaku usaha di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta, Selasa (11/11/2014).

Menurut Susi, dirinya meminta kepada Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan KKP untuk menyurati sejumlah instansi untuk meminta keluar dari G-20 untuk sektor perikanan bila ternyata aturannya merugikan produk Indonesia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif