News
Minggu, 16 November 2014 - 10:27 WIB

MUSIM HUJAN : Puncak Hujan Terjadi Akhir November 2014-Januari 2015

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi hujan (JIBI/Harian Jogja/Antara)

Solopos.com, JOGJA — Sepekan sudah hujan turun di DI Yogyakarta setelah musim kemarau panjang yang membawa suhu udara hingga mencapai 35 derajat C. Puncak musim penghujan diperkirakan akan berlangsung mulai akhir November 2014 hingga Januari 2015.

Selama pekan, hujan dengan intensitas menengah hingga cukup deras terjadi setiap hari, kontras dengan yang terjadi pada dua pekan sebelumnya. Di beberapa tempat, genangan mulai terjadi. Bahkan longsor skala kecil dan angin kencang juga sempat terjadi di sejumlah lokasi.

Advertisement

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY Gatot Saptadi menyebutkan pihaknya telah menerima banyak laporan kejadian angin kencang dan longsor di beberapa lokasi di DIY. Di antaranya di Kecamatan Kaliurang-Sleman serta di Desa Gerbonsari dan Banjarsari – Kulonprogo.

“Sampai sekarang, hujannya masih tidak menentu. Kadang deras sekali. Kadang disertai panas. Nanti puncaknya pada akhir November hingga Januari,” ujar Gatot ditemui di kantor BPBD DIY di Jl. Kenari, Jogja, Jumat (14/11/2014).

Advertisement

“Sampai sekarang, hujannya masih tidak menentu. Kadang deras sekali. Kadang disertai panas. Nanti puncaknya pada akhir November hingga Januari,” ujar Gatot ditemui di kantor BPBD DIY di Jl. Kenari, Jogja, Jumat (14/11/2014).

Memasuki musim penghujan, pihaknya meningkatkan kewaspadaan, antara lain dengan mengoptimalkan penggunaan peralatan early warning system (EWS) yang ditempatkan di beberapa lokasi di DIY. Di Sleman, ujarnya, pihaknya memiliki 13 unit EWS dan di Kota Jogja sebanyak 12 unit.

“Kami optimalkan alat-alat early warning system yang ada,” ujarnya. Namun demikian, ujarnya, respons pertama saat bencana terjadi berada di tangan masyarakat. Oleh karena itu, dia mengingatkan masyarakat agar waspada namun tidak panik.

Advertisement

Memasuki musim penghujan, warga kembali diingatkan akan potensi bencana dan potensi penyakit yang mungkin terjadi. Jika mengacu BPBD, paling tidak ada empat jenis potensi bencana yang dapat timbul, yakni banjir, gerakan tanah, angin kencang, dan abrasi.

Rawan Bencana
Gatot dan jajarannya sudah melakukan pemetaan risiko di wilayah DIY. Hasilnya, sebanyak 60% wilayah DIY berpotensi bencana. Paling tidak ada 16 kecamatan yang berpotensi longsor dan 15 kecamatan yang berpotensi banjir. Kemudian, sebanyak 32 kecamatan berpotensi mengalami pergerakan tanah dengan intensitas Menengah dan Menengah – Tinggi dengan potensi banjir bandang.

Khusus di DIY, potensi bencana banjir terbagi menjadi dua, yakni banjir air biasa dan banjir lahar dari Gunung Merapi. Saat ini, pihaknya terus memantau sejumlah sungai yang melalui wilayah DIY yang berpotensi banjir dengan membawa material lahar dari Gunung Merapi.

Advertisement

“Ada empat sungai kami pantau terus. Kami belum bisa memastikan [proyeksi banjir lahar]. Ini masih pantauan-pantauan,” katanya.

Dia mengemukakan bahwa hingga saat ini dengan curah hujan di atas 50 mm, belum ada kejadian banjir lahar di sungai-sungai yang berhulu di Gunung Merapi. Hal itu berbeda dengan kondisi 2010 ketika Merapi baru saja meletus. Ketika itu, ujarnya, banjir lahar dapat terjadi meski curah hujan hanya berkisar di angka 20 mm -30 mm.

“Yang saya khawatirkan, begitu terjadi longsor, maka lahar yang sekian banyaknya ini turun semua. Semoga tidak terjadi.”

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif