News
Sabtu, 15 November 2014 - 20:00 WIB

PEMBUNUHAN BOYOLALI : Jenazah Ngatiyem Diangkat dari Kubur, Begini Jalannya Autopsi

Redaksi Solopos.com  /  Rini Yustiningsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ratusan warga menyaksikan proses autopsi jenazah nenek Ngatiyem, 70, korban pembunuhan oleh Riswanto, 24, yang tidak lain adalah cucunya sendiri, Sabtu (15/11/2014). (Irawan Sapto Adi/JIBI/Solopos)

Solopos.com, BOYOLALI—Kasus pembunuhan, cucu bunuh nenek di Wonosegoro Boyolali terus diusut kepolisian. Sabtu (15/11/2014) siang tadi dilakukan autopsi jenazah nenek Ngatiyem yang diduga dibunuh cucunya sendiri bernama Riswanto. Jenazah Ngatiyem sudah sembilan hari di makamkan di permakaman desa.

Tim dokter dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Moewardi dengan dibantu para mahasiswa kedokteran dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo dan Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta memasukitenda di makam Dusun Seling RT 002/RW 001 Desa Karangjati, Kecamatan Wonosegoro, Boyolali untuk melakukan autopsi jenazah nenek Ngatiyem, 70, korban pembunuhan oleh Riswanto, 24, yang tidak lain adalah cucunya sendiri, Sabtu (15/11/2014). (Irawan Sapto Adi/JIBI/Solopos)

Advertisement
Sebuah tenda berukuran 4 meter x 6 meter berdiri di salah satu sudut makam Dusun Seling RT 002/RW 001 Desa Karangjati, Kecamatan Wonosegoro, Boyolali, Sabtu (15/11/2014).

Di setiap sisi tenda, terpasang kain berwarna gelap setinggi 2 meter hingga menutupi bagian dalam. Dengan menggunakan bahan sama, yakni kain tebal dan tidak tembus pandang, tenda tersebut disekat atau dibagi menjadi dua kamar.

Ratusan warga menyaksikan proses autopsi jenazah nenek Ngatiyem, 70, korban pembunuhan oleh Riswanto, 24, yang tidak lain adalah cucunya sendiri, Sabtu (15/11/2014). (Irawan Sapto Adi/JIBI/Solopos)

Advertisement
Sekitar pukul 07.00 WIB, salah satu kamar di bagian barat mulai ditata dengan menaruh sebuah meja berukuran besar, cukup untuk satu tubuh manusia.

Sementara itu, tidak berselang lama setelah menata kamar barat, empat orang melanjutkan kegiatan di kamar bagian timur. Setelah melakukan koordinasi, mereka lantas menggali salah satu makam di dalam kamar.

Penggalian Makam

Tim dokter dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Moewardi dengan dibantu para mahasiswa kedokteran dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo dan Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta memasukitenda di makam Dusun Seling RT 002/RW 001 Desa Karangjati, Kecamatan Wonosegoro, Boyolali untuk melakukan autopsi jenazah nenek Ngatiyem, 70, korban pembunuhan oleh Riswanto, 24, yang tidak lain adalah cucunya sendiri, Sabtu (15/11/2014). (Irawan Sapto Adi/JIBI/Solopos)

Advertisement

Tim dokter dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Moewardi dengan dibantu para mahasiswa kedokteran dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo dan Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta memasukitenda di makam Dusun Seling RT 002/RW 001 Desa Karangjati, Kecamatan Wonosegoro, Boyolali untuk melakukan autopsi jenazah nenek Ngatiyem, 70, korban pembunuhan oleh Riswanto, 24, yang tidak lain adalah cucunya sendiri, Sabtu (15/11/2014). (Irawan Sapto Adi/JIBI/Solopos)

Kegiatan empat orang warga asal Karangjati itu tidak tampak oleh ratusan orang di sekitar tenda yang sedari pagi juga telah datang di sekitar makam.

Mereka membutuhkan waktu sekitar 45 menit untuk menyelesaikan penggalian makam nenek Ngetiyem, 70, yang meninggal sejak pekan lalu, Jumat (7/10/2014).

Ya, saat itu mereka membantu tim dari Unit Identifikasi Polres Boyolali dan tim dokter dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Moewardi untuk mengangkat jenazah korban pembunuhan yang dilakukan Riswanto, 24, yang tidak lain adalah cucu Ngatiyem sendiri.

Berdasarkan pantauan Solopos.com, pada pukul 08.00 WIB, tim forensik belum kunjung tiba. Selama itu, jumlah warga terus bertambah di lokasi makam.

Ratusan warga tampak berebut tempat di batas police line atau garis polisi untuk menyaksikan dari dekat dan mengabadikan dengan kamera di telepon seluler masing-masing proses pembongkaran makam.

Pingsan
Di antara ratusan warga, anak korban, Sutinem, 46, yang juga bulik (tante) tersangka juga hadir di sekitar makam. berbeda dengan warga lain, Sutinem beserta anaknya, Anis Wahtun Wakidah, 19, berada di jalan menuju makam atau luar makam itu.

Sutinem tampak masih tempak berduka. Air mata Sutinem tidak terbendung keluar saat Solopos.com mendekat dan mencoba bertanya mengenai proses autopsi jenazah ibunya itu.

“Kami sudah ikhlas dengan kematian si mbah [Ngatiyem]. Bukan tidak terima [dengan autopsi] tapi kalau ini untuk kejelasan lebih lanjut dari kepolisian akhirnya tidak apa-apa makam dibongkar. Saya hanya kasihan si mbah udah tidur nyenyak hampir sembilan hari tapi istilahnya kok diganggu lagi,” kata Sutinem.

Selama hampir dua jam Sutinem dan sanak keluarga menunggu di sekitar makam hingga tim forensik datang pada pukul 10.00 WIB. Tidak berselang lama setelah tim forensik datang, Sutinem memutuskan pulang ke rumah.

aat itu, Anis memilih untuk tetap berada di sekitar makam. Setelah melakukan koordinasi, tim forensik lantas mulai melakukan autopsi jenazah di dalam tenda. Ratusan orang masih tetap menyaksikan.

Namun, setelah jenazah diangkat, mereka mulai berhamburan menjauh meninggalkan makam. Bau tidak sedap seketika tercium. Pada saat itu juga, setelah mencoba menyaksikan dari dekat, Anis, cucu Ngatiyem, pingsan di tempat.

Anggota keluarga dan tetangga lantas membawanya ke rumah terdekat untuk diberi pertolongan pertama.

“Anis sudah saya suruh ikut pulang tidak mau. Malah benar kejadian [pingsan]. Ya, kami tentu masih kehilangan sosok si mbah,” kata Sutinem.

Pantauan Solopos.com, autopsi berlangsung kurang lebih selama tiga jam hingga pukul 13.00 WIB. Selain tim dari Polres dan RSUD dr. Moewardi, autopsi juga melibatkan mahasiwa dari UNS Solo dan UII Yogyakarta.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif