News
Rabu, 12 November 2014 - 23:20 WIB

LARANGAN RAPAT DI HOTEL : Hotel DIY Galau

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi

Harianjogja.com, JOGJA- Kebijakan pemerintah yang melarang pejabat rapat di hotel mengakibatkan pengusaha perhotelan di DIY galau. Selain dinilai merugikan bisnis perhotelan, kebijakan tersebut tidak mendukung Jogja  sebagai Kota MICE (meeting, incentive, convention dan exhibition).

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DPD DIY Istijab Danunagoro menjelaskan, larangan pemerintah agar pegawai negeri sipil (PNS) tidak menggelar kegiatan di hotel dinilai kontraproduktif. Di DIY misalnya, persaingan bisnis perhotelan saat ini telah membuat hote-hotel berharap pemasukan dari kegiatan MICE.

Advertisement

Diakuinya, banyak lembaga pemerintahan yang menggelar kegiatan MICE di hotel. Untuk DIY, kontribusi MICE  sebesar 38% untuk pemasukan hotel. Kegiatan tersebut mendorong operasional hotel pada jam-jam kerja dari Senin sampai dengan Jumat. Sementara, untuk akhir pekan hotel-hotel di zona ring tiga justru sepi. Selain sewa ruang pertemuan, sektor perhotelan juga mendapatkan keuntungan dari konsumsi.

“Bagi yang berasal dari luar kota, biasanya mereka sekaligus menginap dalam jangka waktu tertentu. Kalau kebijakan itu diberlakukan, maka dari mana pemasukan MICE hotel? Bisa semakin sepi hotel di tengah ketatnya persaingan bisnis hotel,” kata Istijab saat dihubungi, Selasa (11/11/2014).

Pemilik Hotel Ruba Jogja Deddy Pranowo Eryono mengatakan para pengusaha hotel bukan tidak mendukung kebijakan pemerintah melakukan efesiensi anggaran APBN. Hanya saja, jika larangan tersebut diterapkan tanpa rambu-rambu yang jelas, maka hal itu akan ‘membunuh’ bisnis perhotelan.

Advertisement

“Kalau yang dilarang itu rapat satu sampai 10 orang tidak masalah. Itu memang pemborosan. Tapi, kalau jumlahnya banyak seperti seminar atau pelatihan bagaimana? Kebijakan tersebut harus jelas, ada rambu-rambunya,” ungkap Deddy kepada Harianjogja.com.

Deddy mengingatkan pemerintah, selama ini  pangsa pasar MICE di DIY sebesar 36% dari seluruh okupansi hotel saat low session. Sebagian besar MICE, lanjutnya, berasal dari Kementerian atau Departemen Pusat. Hanya sebagian PNS di daerah yang menggunakan hotel sebagai sarana kegiatan.

“Kalau hitung-hitungan bisnis, (larangan itu) bikin kami galau. Kalau Negara mau efesiensi, okey. Tapi ada kriteria (MICE PNS) yang
boleh dan tidak dibolehkan,” tandas Sekretaris PHRI DIY itu.

Advertisement

Deddy juga mengingatkan, jika ada seminar atau rapat akbar yang dikelola oleh PNS dan Departemen dengan mengundang pejabat
luar negeri,  larangan menggunakan hotel bisa menjadi boomerang bagi pemerintah. Sebab, citra bangsa bisa dipertaruhkan. Sampai
saat ini, PHRI DIY masih menunggu petunjuk teknis dari kebijakan tersebut.

“Kami masih menunggu kejelasan aturan tersebut. Kami meminta kebijaksanaan jalan tengah,” harapnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif