News
Selasa, 11 November 2014 - 16:30 WIB

KMP VS KIH : Begini Ruwetnya Revisi UU MD3 dan Tatib untuk Islah DPR

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Sidang Paripurna DPR Tandingan, Selasa (4/11/2014). (Dedi Gunawan/JIBI/Bisnis)

Solopos.com, JAKARTA — Usulan penyelesaian perseteruan dua kubu yang berseteru atau islah di DPR antara Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dengan Koalisi Merah Putih (KMP) dinilai bukan hal yang mudah dilakukan. Klausul revisi UU No.17/2014 tentang MPR DPD DPR dan DPRD (UU MD3) dan peraturan tata tertib memakan waktu banyak.

Pengamat hukum dan tata negara Refly Harun menegaskan usulan tersebut tidak serta merta bisa langsung diimplementasikan. “Karena dalam perubahan UU dan tatib, DPR harus membicarakan dulu dengan pemerintah untuk mendengarkan pendapat,” katanya kepada Bisnis/JIBI, Selasa (11/11/2014).

Advertisement

Pengubahan tersebut harus melalui sejumlah tahap karena menyangkut a.l. anggaran untuk wakil ketua pimpinan alat kelengkapan dewan (AKD) yang akan ditambah menjadi empat dari sebelumnya tiga kursi. Meski terlihat mudah karena melihat konflik yang begitu pelik, paparnya, penyelesaian islah KIH dan KMP dengan cara seperti itu sangat memakan waktu.

“Belum lagi kedua pihak yang masih berseteru harus menggelar rapat paripurna bersama untuk mengubah UU dan aturan itu,” kata Refly Harun.

Jika ingin segera bekerja, paparnya, KMP yang saat ini sudah menyapu besih pimpinan AKD harus rela membagi secara proporsional pimpinan itu dengan KIH. “Misalnya, jika KIH disepakati berhak memperoleh 16 kursi, ya 16 pimpinan AKD mundur sebanyak 16 orang. Itu saja sebenarnya dan penyelesaiannya relatif mudah.”

Advertisement

Menurut Refly, mundurnya 16 pimpinan AKD yang sudah disepakati oleh DPR versi KMP itu bukan merupakan hal yang harus dipertentangkan. “Karena pemilihannya waktu itu juga tidak sesuai aturan. Kan sesuai UU harus disepakati minimal enam fraksi. Kemarin kan belum,” katanya.

Saat ini, rencana islah kedua kubu itu terancam batal menyusul adanya penolakan yang muncul dari tiga partai politik pendukung KIH, yaitu PPP, Partai Hanura, dan Partai Nasdem. Penolakan itu lantaran penyelesaian perseteruan tidak menyentuh substansi masalah.

Asrul Sani, anggota DPR yang juga menjabat sebagai Wakil Sekretaris Jenderal PPP, mengatakan terbelahnya DPR menjadi dua kubu itu lantaran tidak adanya musyawarah untuk mufakat dalam menentukan struktur pimpinan AKD. “Klausulnya hanya bagi-bagi kursi.”

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif