Jogja
Selasa, 11 November 2014 - 00:15 WIB

KECELAKAAN KERJA : Duh, Pekerja Proyek Enggan Pakai Alat Keselamatan karena Ribet

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi pembangunan hotel (JIBI/Dok)

Kecelakaan kerja yang berujung nyawa melayang masih terjadi di Kota Jogja. Kebanyakan peristiwa terjadi di proyek bangunan tinggi, yang saat ini banyak dijumpai di Kota Jogja dan sekitarnya. Bagaimana sebenarnya standar kesematan pekerja konstruksi di Jogja? Berikut laporan wartawan Harianjogja.com, Anggi Oktarinda, Ujang Hasanudin, dan Uli Febriarni.

Sebuah papan bertuliskan Di sini area wajib helm dan sepatu jelas terpampang di salah satu proyek di Kota Jogja.

Advertisement

Posisinya tepat di sisi jalan dengan ukuran papan dan tulisan yang cukup besar dan tidak ada penghalang, membuat siapapun yang lewat dan memperhatikan akan menemukan tulisan tersebut dengan gampang.

Di balik papantersebut, menjulang sebuah bangunan setengah jadi. Proses pembangunan masih berlangsung. Kayu-kayu penyangga, tali-tali pengikat, masih terlihat bergelantungan mengelilingi bangunan tersebut.

Advertisement

Di balik papantersebut, menjulang sebuah bangunan setengah jadi. Proses pembangunan masih berlangsung. Kayu-kayu penyangga, tali-tali pengikat, masih terlihat bergelantungan mengelilingi bangunan tersebut.

Suara kesibukan para pekerja bangunan terdengar bersahutan meskipun berada di sisi jalan raya yang cukup ramai. Puluhan pekerja terlihat di beberapa bagian. Ada yang memanjat area jendela, area dinding hotel, bahkan hingga ke tingkat yang paling tinggi.

Tapi, kontras dengan papan pengumuman tersebut, hanya sebagian kecil pekerja yang terlihat mengenakan sepatu. Banyak yang mengenakan sendal saja.

Advertisement

Wawan, salah satu pekerja, mengaku belum mendapatkan alat pengamanan diri [APD] paling standar seperti helm dan sepatu tersebut. Bahkan ketika berbincang dengan Harian Jogja pada Sabtu (8/10/2014), bekas adukan semen masih terlihat jelas di kakinya mulai dari telapak kaki hingga betis.

Rambut hitamnya pun kelabu penuh debu material. Namun demikian, dia yakin apabila dia meminta kepada penyelenggara, akan segera mendapatkan kelengkapan tersebut.

“Tergantung perusahaannya mungkin ya. Ada yang begitu kerja langsung dikasih [APD] dan wajib pakai. Ada yang perlu diminta dulu,” katanya.

Advertisement

Menurut dia ada pula beberapa rekannya yang mendapatkan APD dan menggunakannya. Namun ada pula yang mendapatkan APD tetapi tidak menggunakannya.

“Ribet. Misalnya kadang kerjaannya harus masuk ke celah yang agak sempit gitu, atau nunduk, helm-nya jatuh,” ujarnya menyebutkan alasan mengapa tidak semua pekerja mengenakan APD meskipun disediakan.

Sementara itu, Nur Hamid, 34, mengakui mendapatkan seperangkat perlengkapan pelindung diri ketika memulai bekerja di proyek pembangunan konstruksi tersebut seperti helm dan sepatu, juga masker dan sapu tangan.

Advertisement

“Suka dipakai [sepatu]. Kan di tempat proyek banyak paku. Buat jaga-jaga kalau-kalau nginjak [paku]. Lagian, kalau ga dipakai suka kena tegur,” katanya.

Hal itu juga diamini Nur Solihin, rekan Nur Hamid yang sama-sama berasal dari Purwodadi. “Penting banget [APD]. Biar lebih aman. Kalau enggak pake, bisa nginjek paku, benda tajam, ketimpa pas ada barang jatuh, bisa juga infeksi,” katanya.

Selain itu pantauan Harian Jogja, di proyek pembangunan hotel di Gedontengan, K3 juga masih diabaikan. Banyak pekerja tanpa menggunakan alat pengaman, baik helm maupun alat pengaman lainnya. Padahal mereka bekerja di ketinggian.

Hendri Nurcahyo, salah seorang pekerja mengaku bekerja tanpa menggunakan alat pengaman karena sudah berada di bangunan. Selain itu, pekerjaan dianggap sudah minim risiko.

Namun, ia menyatakan masih belum mengetahui, apakah dirinya telah terkover jaminan kesehatan, apabila terjadi kecelakaan kerja.

“Saya sudah di lantai tujuh, bekerja di dalam. Para pekerja yang naik tanpa pengaman, harus naik lewat tangga baru naik scaffolding. Tidak boleh dari bawah, naik scaffolding langsung, menuju lantai tertentu,” jelasnya.

Pekerja yang lain, Muhammad Yahya, menyatakan hal serupa. Dirinya bekerja tanpa menggunakan alat pengamanan, karena dirasa pekerjaan yang ia lakukan sudah minim risiko.

Danton sekuriti proyek, yang tak ingin disebutkan namanya menerangkan, alat pengaman telah disediakan, namun ia tidak paham mengapa pekerja memilih untuk tidak menggunakan alat tersebut.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif