News
Minggu, 9 November 2014 - 04:00 WIB

WISATA SOLO : Asale: Gereja St. Antonius Purbayan Solo

Redaksi Solopos.com  /  Rini Yustiningsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Gereja St Antonius Purbayan Solo (JIBI/Solopos)

Solopos.com, SOLO–Bulan November adalah bulan yang punya arti tersendiri dalam sejarah perkembangan agama Katolik di Kota Solo.

Pada bulan ini tahun 1916 silam, Gereja St. Antonius Purbayan yang terletak di samping kompleks Balai Kota Solo (kala itu masih kantor Gubernur Surakarta) resmi berdiri.

Advertisement

Romo Cornelis Stiphout, S.J. dari pastoran Ambarawa yang merintis pendirian gereja ini diangkat sebagai pastor paroki pertama di Solo.

Seperti dimuat dalam situs eviryshine.com, gereja ini selanjutnya menjadi pusat pengembangan aneka kegiatan, salah satunya di bidang pendidikan.

Pada 1921 sekolah pendidikan dasar berbahasa Belanda, HIS, berdiri dan dipimpin Soemadisastro. Sejumlah sekolah Katolik lain menyusul berdiri, di antaranya SD Marsudirini di lokasi yang dikenal saat ini di Jl. Mgr. Soegijapranata.

Advertisement

Berkembangnya kegiatan gereja dan bertambahnya umat membuat bangunan lama gereja dirasa tak cukup lagi. Maka mulai dipikirkan rencana untuk membangun gereja baru.

Kegiatan pengumpulan dana pun digiatkan. Akhirnya pada 16 September 1938 dilakukan peletakan batu pertama pembangunan gereja yang diberkati oleh Romo Verhaar, S.J. dengan didampingi Romo Th. Poesposoeparto, S.J. dan Romo Chr. Hendriks M.S.F.

Dalam upacara tersebut dilakukan penandatanganan prasasti oleh Gubernur, Romo Verhaar dan Romo Hendriks. Kemudian prasasti dimasukkan ke dalam tabung timah bersama dengan tiga keping mata uang logam bernilai ½ sen, 1 sen, dan 1 picis (10 sen), yang melambangkan umat yang tergolong miskin, cukup dan kaya.

Advertisement

Tabung ditutup, dimasukkan ke dalam fondasi, diplester oleh Romo Verhaar, diperciki air suci lalu ditindih dengan batu gandengan bertuliskan alpha dan omega. Terakhir, seluruh fondasi diperciki air suci.

Keadaan gereja sempat tak menentu saat Jepang masuk ke Indonesia tahun 1942. Saat itu banyak terjadi perampokan dan penjarahan dan gereja Purbayan yang belum lama berdiri ikut jadi korban.

Keadaan baru membaik setelah Jepang kalah perang dan kemerdekaan Indonesia diproklamasikan. Pastor-pastor berkebangsaan Indonesia pun berdatangan menggantikan posisi para imam asal Belanda yang pulang ke negeri mereka.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif