Jogja
Sabtu, 8 November 2014 - 00:20 WIB

Usaha Batik Gunungkidul Seret, Ini Penyebabnya

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Dwi Lestari tengah membuat batik tulis motif daun di rumahnya, di Kepek, Wonosari, Gunungkidul, Kamis (6/11/2014). (David Kurniawan/JIBI/Harian Jogja)

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL –-Usaha batik tulis di Dusun Kepek I, Desa Kepek, Kecamatan Wonosari masih sulit berkembang. Permodalan menjadi kendala utama.

Salah satu perajin batik Dwi Lestari, 39, mengatakan usaha batik tulis yang dia tekuni merupakan usaha skala kecil. Dia mengaku belum bisa memproduksi batik tulis dalam jumlah banyak. Kendala utama yang dia rasakan yakni kesulitan mendapatkan modal.

Advertisement

“Saya ibu rumah tangga biasa. Saya mengumpulkan sedikit demi sedikit uang untuk membeli bahan dasar membuat batik tulis,” ungkap dia, Kamis (6/11/2014).

Karena belum memiliki modal yang besar, Dwi mengaku belum berani mempromosikan batik hasil karyanya secara luas. Pasalnya, jika promosi berhasil sedangkan ia tidak memiliki bahan dasar untuk membuat batik, ia khawatir tidak bisa memenuhi keinginan pasar.

“Minimal Rp500.000 bisa untuk membuat tiga potong batik tulis,” imbuh dia.

Advertisement

Selama ini Dwi mempromosikan produknya dengan cara online, menawarkan ke perangkat desa, dan pejabat di Gunungkidul. Harapannya, batik dari Kepek juga ikut dikembangkan.

“Setiap desa pasti memiliki motif batik yang unik. Jangan hanya motif dari satu daerah saja yang dikembangkan. Harus merata seluruh wilayah Gunungkidul,” imbuh dia.

Sebagai perajin batik tulis, Dwi membutuhkan waktu sekitar dua minggu untuk menyelesaikan satu kain batik. Ia mengerjakan sendiri dengan modal Rp200.000. Hasil karyanya pun ia jual dengan harga Rp350.000. Harga tersebut lanjut dia, bisa berubah-ubah sesuai dengan tingkat kerumitan motif.

Advertisement

Perajin batik lainnya, Guntur Susilo mengatakan mulai mengembangkan produk batik gendhis sejak akhir 2011. Usaha yang ia rintis bersama teman-temannya berawal dari keprihatinan. Ia ingin agar masyarakat terutama anak muda familiar dengan batik dan merasa memiliki warisan budaya tersebut.

“Usaha yang kami rintis itu membuahkan hasil. Kami mulai memproduksi lembaran kain batik dan baju batik,” ujar dia.
Hasil tersebut ia jual dengan harga mulai dari Rp150.000 hingga Rp350.000. Saat ini dia baru melayani pesanan melalui relasi, teman, maupun media online. Ia mengakui pemasaran tidak menjadi kendala utama.

“Kendalanya modal. Kami sering merasa kesulitan untuk pengadaan bahan untuk jumlah besar karena kurang modal,” ucap dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif