Jogja
Sabtu, 8 November 2014 - 01:20 WIB

Ini yang Harus Diperhatikan Pengusaha Batik di Gunungkidul

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Dwi Lestari tengah membuat batik tulis motif daun di rumahnya, di Kepek, Wonosari, Gunungkidul, Kamis (6/11/2014). (David Kurniawan/JIBI/Harian Jogja)

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL– Pemerintah Kabupaten Gunungkidul terus berusaha mendorong pengusaha batik untuk terus berkreasi membuat motif-motif baru. Langkah itu diambil sebagai tantangan memenangkan persaingan bisnis batik di tataran regional maupun global.

Sekretaris Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Energi Sumber Daya Mineral (Disperindagkop ESDM) Gunungkidul Anwarul Jamal menilai persaingan industri batik semakin ketat.

Advertisement

Tingkat persaingan tak hanya di regional DIY, sebab wilayah lain seperti Solo, Pekalongan atau Lasem juga ikut meramaikan persaingan tersebut.

“Untuk itu, kami mendorong pengusaha untuk terus berkreasi. Dalam inovasi tersebut, mereka juga harus mengedepankan apa yang menjadi ciri khas Gunungkidul,” kata Jamal saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (6/11/2014).

Dia menjelaskan sejak 2012 lalu, perkembangan indutri batik di Gunungkidul terus meningkat pesat. Saat ini, puluhan pengusaha batik tersebar di enam kecamatan, mulai di Semin, Ngawen, Gedangsari, Patuk, Paliyan dan Purwosari. Meski jumlahnya masih kurang dari 100 pengusaha, namun dari usaha itu sudah mampu menghidupi 500 orang lebih.

Advertisement

“Kondisinya sudah sangat berbeda. Karena sebelumnya usaha batik seperti mati suri. Tapi sekarang, kondisinya sudah berubah drastis,” ungkap mantan Sekretaris Dinas Tanaman Kehutanan dan Perkebunan itu.

Meski telah berkembang lumayan pesat, Jamal meminta supaya pengusaha tidak cepat berpuas diri. Pasalnya, persaingan yang makin ketat harus diimbangi dengan jaminan mutu hasil produksi.

“Selain terus berkreasi dengan membuat motif baru, kami juga meminta ke pengusaha untuk memperhatikan sistem manajemen yang digunakan. Jangan sampai yang digunakan masih pola-pola yang tradisional, karena itu dapat menghambat pengembangan,” kata dia.

Advertisement

Jamal menambahkan secara permodalan Pemkab belum bisa memberikan bantuan. Sebab, saat ini peran dari pemerintah baru sebatas penghubung antara pihak bank dan pengusaha.

“Bantuan yang diberikan bukan dalam bentuk uang, tapi lebih ke barang sebagai penunjang usaha. Misalnya, pengusaha di beberapa kecamatan telah mendapatkan bantuan berupa meja, alat cap batik dan peralatan lainnya,” ungkap dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif