News
Kamis, 6 November 2014 - 14:33 WIB

KARTU SAKTI JOKOWI : Anggaran KIS Tak Jelas, Yusril: Mengelola Negara Tidak Seperti Warung

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Peluncuran tiga kartu sakti Jokowi, Senin (3/11/2014). (Rachman/JIBI/Bisnis)

Solopos.com, JAKARTA — Kebijakan jaminan sosial baru ala pemerintahan Presiden Jokowi melalui Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), terus menuai kritik. Kali ini, pakar hukum tata negara yang juga pendiri Partai Bulan Bintang (PBB), Yusril Ihza Mahendra, menyebut kebijakan ini tidak ada landasan hukumnya.

“Sampai siang ini belum jelas apa dasar hukum dikeluarkannya kebijakan 3 jenis kartu sakti KIS, KIP dan KKS oleh Presiden Jokowi,” kata Yusril dalam kultwit di Chipstory.com, Kamis (6/11/2014). Baca: DPR Pertanyakan Anggaran Kartu Indonesia Sehat.

Advertisement

Sebelumnya, kalangan legislator di DPR juga mempertanyakan anggaran ketiga jaminan sosial itu, khususnya KIS, karena memakan anggaran yang besar. Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa, sempat mengatakan anggaran KIS berasal dari dana bansos senilai Rp6,2 triliun. Hal itu diperkuat dengan pernyataan Puan Maharani yang menyebut anggaran berasal dari dana bansos. Namun ini juga masih mengundang pertanyaan mengapa anggaran sebesar itu tidak dibicarakan dengan DPR.

“Namun mengeluarkan suatu kebijakan haruslah jelas dasar hukumnya. Cara mengelola negara tdk sama dengan mengelola rumah tangga ato warung. Kalo mengelola rumah tangga atau warung, apa yg terlintas dlm pikiran bisa langsung diwujudkan dalam tindakan. Negara tdk begitu,” tulis Yusril.

Yang terbaru, berbeda dengan Puan dan Khofifah, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno malah mengatakan anggaran KIS bukan dari APBN, melainkan CSR BUMN. Pratikno pun juga menjadi sasaran kritik Yusril.

Advertisement

“Mensesneg Sutikno juga hatus bicara hati2 mengenai sumber dana yg digunakan untuk membiayai kebijakan 3 kartu sakti. Dia katakan dana tiga kartu sakti berasal dari dana CSR BUMN. jadi bukan dana APBN sehingga tdk perlu dibahas dengan DPR.”

Menurut Yusril, kekayaan BUMN, termasuk dana CSR, memang terpisah dari keuangan negara, namun tetap harus dipertanggungjawabkan, termasuk diperiksa BPK dan BPKP. Karena itu, harus jelas jika dana CSR BUMN ini dipakai pemerintah, statusnya harus jelas apakah dipinjam atau diambil oleh negara.

Secara khusus, Yusril menyarankan agar Puan Maharani tidak asal bicara. Hal ini merujuk pada ucapan Puan soal landasan hukum program tiga kartu sakti Jokowi.

Advertisement

“Puan Maharani jangan adal ngomong kalau tidak paham tentang sesuatu. Lebih baik dia belajar mengelola negara dengan benar. Puan katakan kebijakan tiga kartu sakti itu akan dibuatkan payung hukumnya dlm bentuk INPRES dan KEPPRES yg akan diteken Presiden Jokowi. Puan harus tahu bahwa INPRES dan KEPPRES itu bukanlah instrumen hukum dalam hirarki peraturan perundang2an RI.”

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif